Belajar dari Kasus PT SNP Berimbas Pencabutan Izin Akuntan Publik
Berita

Belajar dari Kasus PT SNP Berimbas Pencabutan Izin Akuntan Publik

Akibat manipulasi hasil audit PT SNP berupa opini WTP, sebanyak 14 bank menderita kerugian hingga triliunan rupiah.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

“Pengenaan sanksi terhadap AP dan KAP mengingat LKTA yang telah diaudit tersebut digunakan SNP untuk mendapat kredit dari perbankan dan menerbitkan MTN (mutual term notes/surat utang jangka menengah) yang berpotensi gagal bayar atau kredit bermasalah,” kata Anto.

 

Rekayasa laporan keuangan merupakan salah satu modus yang sering dilakukan korporasi untuk kepentingan bisnisnya. Larangan melakukan manipulasi terhadap audit keuangan yang dilakukan AP tertera dalam UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Pasal 30 UU 5/2011 menyebutkan AP dilarang memanipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa diberikan.

 

Menanggapi kasus ini, Dewan Pengawas Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), M Achsin mengatakan sanksi yang dijatuhkan OJK terhadap Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik sudah mempertimbangkan berbagai aspek. Menurutnya, apabila terdapat pelanggaran audit laporan keuangan SNP tersebut sudah sewajarnya sanksi diberikan kepada AP dan KAP.

 

Achsin menilai para AP dan KAP diduga melakukan kesalahan dan tidak mendalam dalam mengaudit yang kemudian menghasilkan opini keliru pada laporan keuangan SNP. “Kalau saya amati kasus SNP, si akuntan publiknya melakukan pengujian tidak pas. Pengujian itu menghasilkan statement dari akuntan publik dengan opini WTP yang artinya semua angka dalam laporan keuangan itu fair. Namun setelah ditelusuri OJK ternyata itu (hasil audit laporan keuangan) tidak benar,” kata Achsin.

 

Kesalahan audit tersebut sehubungan dengan daftar piutang SNP yang dijadikan jaminan kredit pada perbankan. Ternyata, daftar piutang SNP tersebut berstatus fiktif, sehingga perusahaan tidak bisa melakukan penagihan untuk melunasi pinjaman bank. Achsin mempertanyakan skeptisme auditor memeriksa laporan keuangan kliennya dan lamanya kerja sama antara KAP dengan kliennya justru mengurangi ketajaman hasil pemeriksaan laporan keuangan.

 

“KAP dengan kliennya (SNP) sudah 8 tahun diperiksa, sehingga antara auditor dan klien ada kedekatan psikologis yang mengurangi skeptisme auditor. Ada kelengahan di auditornya. Jadinya auditornya percaya-percaya saja sama kliennya,” kata Achsin.

 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Ikatan Akuntan Indonesia, Elly Zarni Husin menyoroti  kekhawatiran kualitas laporan keuangan yang disusun pihak yang tidak mengerti standar akuntansi keuangan dan kode etik yang harus dimiliki akuntan profesional. Padahal, laporan keuangan berguna bagi penggunanya untuk mengambil keputusan ekonomi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait