Belum Ada Pedoman, Eksekusi Sanksi Kebiri Dinilai Ahli Lebih Luwes
Berita

Belum Ada Pedoman, Eksekusi Sanksi Kebiri Dinilai Ahli Lebih Luwes

Penegak hukum boleh merumuskan sendiri teknis eksekusi untuk melaksanakan undang-undang.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Bagi Gandjar, polemik yang dimunculkan kembali menjadi tidak produktif karena sanksi kebiri sendiri sudah sah dalam hukum pidana Indonesia. Justru momen putusan ini harus mendorong penegak hukum dan pemerintah segera menyelesaikan pedoman pelaksanaan yang dibutuhkan. “Bisa saja besok ada vonis hakim yang menjatuhkan sanksi kebiri untuk pidana pokok penjara yang hanya 1 tahun. Tetap harus segera disiapkan,” kata Gandjar.

 

Ia setuju bahwa peran dokter tidak bisa ditiadakan dalam pelaksanaan sanksi kebiri. Kesepakatan dengan kalangan dokter dinilai Gandjar harus segera dicapai untuk menghasilkan cara pelaksanaan sanksi kebiri secara tepat.

 

Baca:

 

Agus Purwadianto, Guru Besar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menyampaikan beberapa usulannya untuk mengubah sikap IDI. “Dokter dilibatkan mulai dari perencanaan hingga observasi pasca eksekusi, jangan hanya jadi eksekutor,” katanya saat diminta konfirmasi oleh Hukumonline usai diskusi.

 

Agus memaparkan bahwa tindakan kebiri kimia adalah tindakan medis. Oleh karena itu perlu ada perlakuan yang mengikuti prosedur medis dalam pelaksanaan sanksi kebiri. Dokter tidak bisa hanya sekadar menjadi pelaksana pengebirian seperti regu tembak saat menjadi algojo eksekusi hukuman mati.

 

Ia mengatakan bahwa ada prosedur yang biasanya dilakukan kepada pasien juga harus diberikan kepada terpidana yang akan dijatuhi sanksi kebiri kimia. Apalagi Agus menemukan sejumlah studi yang menunjukkan bahwa sanksi kebiri di negara lainnya dilakukan pada pelaku kejahatan seksual kategori tertentu.

 

Studi tersebut menunjukkan hanya pelaku kejahatan seksual dengan motivasi seksual parafilia yang akan dijatuhi sanksi kebiri kimia. Kondisi parafilia adalah berbuat kejahatan karena motivasi kuat dari fantasi seksual. Misalnya pelaku pedofilia, masokis, fetis, ekshibisionis serta bentuk parafilia lainnya.

Tags:

Berita Terkait