Beragam Usulan Terkait RPerpres Penanganan Pelanggaran HAM Berat
Utama

Beragam Usulan Terkait RPerpres Penanganan Pelanggaran HAM Berat

Penyelesaian pelanggaran HAM berat harus sesuai UU No.26 Tahun 2000, hak korban harus menjadi perhatian penting, dan pengungkapan kebenaran. LBH Jakarta meminta Presiden Jokowi menghentikan pembahasan dan/atau membatalkan pembahasan RPerpres UKP-PPHB serta melanjutkan mekanisme yudisial dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Kedua, penting untuk memperhatikan hak-hak korban dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Ketiga, perlu pengungkapan kebenaran agar peristiwa pelanggaran HAM berat tidak terjadi lagi di masa depan.

Melanggengkan impunitas

Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, menilai RPerpres ini melanggengkan impunitas dan mengingkari hak korban. Rencana menerbitkan Perpres ini membuktikan pemerintah ingin melindungi pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu, melanggengkan impunitas dan pengingkaran terhadap hak korban.

RPerpres ini berbeda dengan janji Presiden Joko Widodo dalam pidato pembukaan rapat kerja Kejaksaan RI pada 14 Desember 2020 silam yang menyebut komitmen penuntasan masalah HAM masa lalu harus terus dilanjutkan, kejaksaan adalah aktor kunci dalam penuntasan pelanggaran HAM masa lalu.

“Sekali lagi, pemerintah membuktikan tidak punya political will (kehendak politik) untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu,” katanya.

Arif menegaskan lembaganya sangat menyesalkan rencana pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu menggunakan mekanisme non yudisial dengan membentuk RPerpres UKP-PPHB. Upaya ini patut diduga sebagai penyelundupan hukum untuk mengutamakan mekanisme non yudisial dalam menangani pelanggaran HAM beraat masa lalu. “Ini memberi ruang bagi pelanggar HAM berat masa lalu agar terhindar dari mekanisme yudisial,” lanjutnya.  

Tendensi menyelamatkan para pelaku pelanggar HAM berat masa lalu dari pertanggungjawaban hukum melalui mekanisme pengadilan HAM, menurut Arif tidak dapat dipungkiri karena ada konflik kepentingan dalam pemerintahan. Presiden Joko Widodo dikelilingi banyak aktor yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM berat masa lalu yang menduduki jabatan penting seperti Menteri, dan pejabat publik lainnya.

Pemerintah seharusnya mencontoh praktik baik penyelesaian pelanggaran HAM berat yang dilakukan sejumlah negara seperti Australia tahun 2008 dengan meminta maaf kepada stolen generations, penduduk Aborigin yang menjadi korban pelanggaran HAM karena dipisahkan secara paksa dari orang tua mereka karena kebijakan asimilasi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait