Bolehkah Mantan Narapidana Menjadi Advokat? Ini Penjelasan Hukumnya
Terbaru

Bolehkah Mantan Narapidana Menjadi Advokat? Ini Penjelasan Hukumnya

Pelarangan menjadi advokat bagi mantan narapidana dapat dilihat dari sisi positif. Secara moral dan profesi advokat, para advokat dapat terhindar dari para advokat yang pernah tercela secara moral.

Oleh:
Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Bolehkah Mantan Narapidana Menjadi Advokat? Ini Penjelasan Hukumnya
Hukumonline

Advokat merupakan seorang penegak hukum serta profesi yang mulia yang bertugas menjamin kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum. Seorang dapat diangkat menjadi advokat harus memenuhi beberapa persyaratan sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yaitu:

1. Warga negara Indonesia

2. Bertempat tinggal di Indonesia

3. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara

4. Berusia sekurang-kurangnya 25 tahun

5. Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum

6. Lulus ujian yang diadakan oleh organisasi advokat

7. Magang sekurang-kurangnya 2 tahun terus menerus pada kantor advokat

8. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih

9. Berperilaku baik, jujur, bertanggungjawab, adil dan mempunyai integritas yang tinggi

Baca Juga:

Undang-Undang Advokat menjadi dasar hukum bagi advokat sebagai penegak hukum, dengan semangat agar terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia.

UU advokat memberikan penegasan bahwa advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab dalam menegakkan hukum. Pasal 3 ayat (1) huruf h UU Advokat menjelaskan bahwa salah satu persyaratan untuk diangkat menjadi advokat adalah tidak pernah dipidana penjara 5 tahun atau lebih.

Apabila seorang advokat pernah melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, meskipun hukuman yang dijatuhkan tersebut kurang dari 5 tahun, tetap masuk tindak pidana ancaman 5 tahun penjara atau lebih, maka ia tetap tidak memenuhi syarat sebagaimana yang tertuang didalam Pasal 3 ayat (1) UU Advokat.

Hal ini dikarenakan di dalam UU Advokat, yang dilihat adalah ancaman pidana dari suatu tindak pidananya, bukan hukuman yang dijatuhkan.

Pasal tersebut juga secara tidak langsung memberikan penegasan bahwa para mantan narapidana yang telah dipidana dengan melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih tidak dapat menjadi advokat, yang berarti seorang advokat harus bersih dari tindak pidana dan mantan narapidana.

Selanjutnya, berbeda dengan landasan perubahan perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan dalam UU No. 12 Tahun 1995, menyadari kesalahannya dan berubah menjadi lebih baik merupakan semangat dari UU tentang lembaga pemasyarakatan.

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 28 D terlihat pertentangan antara UUD No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dengan UUD 1945 secara vertikal dan UU No. 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan secara horizontal.

Penjara menjadi lembaga koreksi yang dimaksudkan sebagai tempat pembinaan guna mengembalikan kondisi para narapidana untuk siap bersosialisasi kembali di tengah-tengah masyarakat dengan fungsi lembaga pemasyarakatan sebagai tempat membuat orang lebih baik dan menyadari kesalahannya.

Peraturan yang mendiskriminasikan mantan narapidana di dalam UU yang menjelaskan seorang advokat harus bersih dari mantan narapidana memberikan pernyataan tersirat kepada lembaga, bahwa penjara membuat orang tidak menjadi lebih baik, membuat para narapidananya semakin jahat, dan memberikan penafsiran bahwa lembaga pemasyarakatan merupakan sekolah para kriminal.

Seorang narapidana yang telah menjalankan hukumannya sebagai penebus dosa, yang artinya ia telah mendapatkan balasan setimpal atas perbuatannya maka kemudian ia berhak mendapatkan hak-haknya sebagai warga.

Sehingga, jika larangan menjadi advokat harus terbebas dari mantan narapidana, maka akan memasung hak-haknya sebagai mantan narapidana menjadi advokat seumur hidupnya. Di dalam teori relatif, upaya dalam penjatuhan pidana adalah untuk memperbaiki mantan narapidana secara yuridis, intelektual, dan moral.

Pelarangan bagi mantan narapidana menjadi advokat dapat dilihat dari sisi positif yang ditinjau dari moral penegak hukum. Penegak hukum harus baik secara moral, maka profesi advokat dapat terhindar dari para advokat yang pernah tercela secara moral.

Tags:

Berita Terkait