Bongkar Strategi Anti-Fraud dan Investigasi Perusahaan Berbasis Akuntansi Forensik
Berita

Bongkar Strategi Anti-Fraud dan Investigasi Perusahaan Berbasis Akuntansi Forensik

Kerjasama yang kuat antara in-house counsel dan akuntan menjadi kunci utama keberhasilan investigasi pada akuntansi forensik.

CR-25
Bacaan 2 Menit
Workshop Hukumonline yang bertajuk Peran Akuntansi Forensik terkait Kepatuhan, Fraud, Investigasi Internal dan Litigation Support, Kamis (15/3).
Workshop Hukumonline yang bertajuk Peran Akuntansi Forensik terkait Kepatuhan, Fraud, Investigasi Internal dan Litigation Support, Kamis (15/3).

Perusahaan yang tidak memiliki sistem pengendalian dan pengawasan yang baik memicu tumbuh kembangnya berbagai modus kecurangan (fraud). Pada titik tertentu, kecurangan bahkan dapat mengakibatkan kebangkrutan pada suatu perusahaan. Krisis moneter 1998 yang berujung pada kebangkrutan banyak perusahaan swasta hingga likuidasi 16 bank menjadi bukti lemahnya sistem pengawasan internal perusahaan maupun perbankan kala itu.

 

Agreed Upon Due Diligence (ADPP) yang menggunakan sistem akuntansi forensik merupakan mekanisme ampuh yang saat itu digunakan untuk membongkar fraud pada perusahaan maupun perbankan. Jika akuntan bertugas mencatat dan menjaga kelancaran arus keuangan, auditor bertugas layaknya petugas patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan rutin, maka akuntan forensik melakukan inspeksi dan pengecekan yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan petugas patroli.

 

Belum familiarnya sistem pengawasan berbasis akuntansi forensik tersebut pada perusahaan-perusahaan di Indonesia menjadi alasan berbagai perusahaan mengirimkan in-house maupun akuntan-nya pada Workshop Hukumonline yang bertajuk Peran Akuntansi Forensik terkait Kepatuhan, Fraud, Investigasi Internal dan Litigation Support, Kamis (15/3).

 

Director of Legal Affairs Microsoft Indonesia, Reza Topobroto, menjelaskan bahwa akuntansi forensik adalah salah satu bagian dari sistem compliance. Biasanya, kata Reza, akuntansi forensik dilakukan setelah kejadian, sehingga jika in-house lawyer membangun sistem compliance yang tepat di perusahaannya maka dapat mempermudah akuntan forensik untuk melakukan investigasi terhadap dokumen maupun pelaku.

 

(Baca : Melihat Akuntansi Forensik dari Kacamata KAP)

 

Reza menganalogikan peran lawyer dalam akuntan forensik ini dengan peran orang hukum dalam forensic patology. “Forensic patology kan dikerjakan oleh dokter, bukan lawyer. Tapi dokter-dokter itu bekerja membuat forensic patology untuk kepentingan orang-orang hukum seperti polisi, jaksa, hakim. begitupula halnya dengan lawyer di perusahaaan yang membutuhkan akuntan forensik untuk meng-investigasi fraud, misalnya,” kata Reza kepada hukumonline, (15/3).

 

Beberapa aturan perundang-undangan yang mengatur cakupan fraud sebagai berikut:

No

Jenis Kejahatan

Dasar Hukum

1.

Manajemen Laba Ilegal

Pasal 390 KUHP

2.

Pemberian Opini yang Menyesatkan

Pasal 416 KUHP

3.

Kejahatan Perbankan yang merupakan Kategori Penggelapan

Pasal 372 KUHP

4.

Kejahatan Perbankan Sehubungan Pemalsuan Rekening Nasabah

Pasal 49 ayat (1) huruf C, UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

5.

Kejahatan Akuntansi di Pasar Modal berupa Manipulasi Pasar

Pasal 91 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

6.

Beberapa pasal lain dalam KUHP

 

Sebelumnya, Director of software asset management & compliance Microsoft Indonesia, Sudimin Mina menjelaskan sebuah organisasi pemeriksa keuangan profesional di AS, The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mengklasifikasikan fraud dengan istilah The Fraud Three. Ada 3 hal yang menimbulkan fraud berdasarkan The Fraud Three, yakni Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulement Statement), Penyimpangan atas Aset (Asset Misappropriation) dan Korupsi.

 

(Baca Juga: Era Ekonomi Digital dan Tantangan Menghadirkan Barang Bukti Digital di Pengadilan)

 

Di antara ketiga klasifikasi fraud tersebut, kata Sudimin, bentuk fraud yang paling mudah untuk dideteksi adalah penyimpangan atas aset, seperti penyalahgunaan ataupun pencurian aset perusahaan. Hal ini dikarenakan sifat aset yang nyata serta dapat diukur atau dihitung. Adapun jenis fraud yang paling sulit dan bahkan tidak dapat dideteksi adalah korupsi, mengingat unsur kerjasama antar para pihak saling menikmati keuntungan satu sama lain.

 

Lebih lanjut dijelaskan sudimin, untuk dapat membongkar terjadinya berbagai bentuk fraud, maka seorang akuntan forensik harus memiliki pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human organization behaviour), pengetahuan tentang aspek-aspek tertentu yang dapat mendorong terjadinya kecurangan, pengetahuan tentang hukum dan peraturan, pengetahuan soal kriminologi dan viktimologi, memahami betul terkait pengendalian internal hingga memiliki kemampuan berfikir seperti pencuri.

 

“Melalui kemampuan berfikir seperti pencuri tersebut, seorang akuntan forensik sudah bisa menduga terkait kapan terbukanya kesempatan bagi orang-orang serakah untuk melakukan fraud serta mampu menduga, kira-kira skenario apa yang digunakan pelaku di situ,” terang Sudimin kepada hukumonline.

 

Konteks itu pula yang sebenarnya menjadi pembeda antara akuntan forensik dengan audit biasa. Jika audit menggunakan dokumen-dokumen, maka akuntan forensik sifatnya seperti mampu untuk menduga terjadinya kecurangan. Untuk mampu menduga kecurangan tersebut, kata Sudimin, akuntan forensik bisa mengetahui informasinya melalui kamera (CCTV), informan, undercover dan lainnya.

 

Selanjutnya, Sudimin menjabarkan terkait 4 faktor pendorong seseorang melakukan fraud yang harus dikenali seorang akuntan forensik. Empat faktor tersebut merupakan gabungan dari motivasi dan kesempatan, di antaranya 2 faktor yang berasal dari pelaku yakni kebutuhan dan keserakahan, sementara 2 faktor lainnya berasal dari korban, yakni terbukanya kesempatan untuk melakukan fraud dan faktor pengungkapan.

 

“Berupaya menutup setiap celah atau kesempatan yang memungkinkan terjadinya fraud pada keempat faktor tersebut menjadi hal penting untuk mencegah terjadinya fraud,” tandas Sudimin.

 

Salah seorang peserta workshop yang merupakan compliance senior manager pada salah satu perusahaan swasta, Ige Bayu, juga mengakui pentingnya peran akuntan forensik dalam membantu in-house maupun compliance yang berlatar belakang hukum dalam menganalisis data-data pada saat melakukan interogasi maupun mengumpulkan bukti-bukti, karena salah satu data yang dibutuhkan dalam investigasi baik internal maupun eksternal fraud adalah terkait sisi pembukuan (akuntansi).

 

Sehingga kerjasama yang baik antar in-house atau compliance dengan akuntan forensik, menurut Ige, akan dapat membongkar apa yang menjadi motif fraud baik yang berasal dari internal maupun eksternal, juga bisa mengukur seberapa jauh damage yang ditimbulkan dari orang tersebut hingga seberapa jauh mereka terlibat di sana.

 

At least saya butuh gambaran soal audit forensik seperti apa, karena jujur, dimata saya sebagai orang dengan background hukum, kita lebih banyak tau soal undang-undang dan pagar-pagar hukumnya, sementara kita juga banyak berhubungan dengan pembukuan,” ujar Ige kepada hukumonline.

 

Peserta workshop lainnya yang merupakan in house pada PT. Nirvana Wastu Pratama, Markus Halim, juga merasakan hal yang sama dengan Ige. Tidak dapat dipungkiri seorang in house akan sering berhubungan dengan akuntan.

 

“Kita juga harus melihat laporan keuangan PT target yang akan di beli, sehingga melalui workshop ini saya perlu tau efek-efek apa saja yang bisa dihasilkan melalui akuntansi forensik ini,” ujarnya.

 

Namun, Markus mengakui jangankan untuk akuntan forensik, compliance dan internal audit saja masih jarang ada di perusahaan menengah.

 

Tags:

Berita Terkait