BPHN Usul Perlunya UU Pembangunan Infrastruktur
Berita

BPHN Usul Perlunya UU Pembangunan Infrastruktur

Aturan setingkat Pepres dinilai menyulitkan pelaksanaan pembangunan infrastruktur. Apalagi, faktanya ditemukan 168 regulasi terkait pembiayaan infrastruktur. Namun, Perpres 38/2015 menjadi leading regulation terkait pelaksanaan KPBU.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Proyek pembangunan infrastruktur di Jakarta. Foto: RES
Proyek pembangunan infrastruktur di Jakarta. Foto: RES

Pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Joko Widodo berlangsung pesat.  Sayangnya Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang tersedia belum cukup membiayai berbagai pembangunan infrastruktur. Oleh sebab itu, dibuatlah sejumlah alterrnatif pendanaan. Seperti melibatkan peran swasta melalui dua skema yakni skema kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) maupun skema Pembangunan Infrastruktur Non Anggaran (PINA).

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Prof Benny Riyanto mengatakan regulasi tentang pelaksanaan KPBU selama ini merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Dalam praktiknya, Perpres 38/2015 mengatur 19 proyek infrastruktur yang dapat dikolaborasikan dengan pihak swasta. Seperti infrastruktur jalan raya, air minum, telekomunikasi, pendidikan, lembaga pemasyarakatan, kesehatan, maupun perumahan rakyat. Sayangnya, kata dia, aturan tersebut hanya diatur aturan setingkat Perpres.

Dia menyarankan perlunya penyusunan peraturan setingkat dengan UU dalam program pembangunan dengan beragam infrastruktur. Menurutnya, aturan setingkat Pepres bakal menyulitkan pelaksanaan pembangunan infrastruktur. “Karena mengatur lebih banyak sektor dalam pemerintahan,” kata Prof Benny Riyanto dalam keteranganny dalam Forum Grup Diskusi (FGD) Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi (AE) terkait Pembiayaan Infrastruktur, Rabu (26/8/2020) kemarin.

Menanggapi pandangan Prof Benny, Direktur dan Kemitraan Kerja Sama Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Muhammad Faiz Aziz menyayangkan payung hukum pelaksanaan KPBU hanya berstatus Perpres. Padahal, berdasarkan riset yang dilakukan, ditemukan 168 regulasi terkait pembiayaan infrastruktur dari masa ke masa. Namun, Perpres 38/2015 justru menjadi leading regulation terkait pelaksanaan KPBU.

“Regulasi pembiayaan infrastruktur sebagian besar ada pada level di bawah undang-undang,” ujarnya.

Kasubdit Rancang Bangun II Direktorat Kerja sama Pemerintah-Swasta Rancang Bangun pada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Novie Andriani berpendapat Perpres 38/2015 sudah cukup menjadi payung hukum dalam pelaksanaan KPBU. Hanya saja, pelaksanaan regulasi tersebut yang perlu diharmonisasi dengan regulasi lainnya.

Seperti mengharmonisasi regulasi dan pelaksanaan KPBU dengan regulasi di bidang jasa konstruksi. Kemudian regulasi pemanfaatan BMN dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur (KSPI), regulasi kerja sama daerah, dan regulasi yang sifatnya sektoral. Dia mencontohkan regulasi yang tidak harmonis antara lain terkait kewajiban penyediaan rumah susun untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait