BPKN Ajak Konsumen Bantu Awasi Melambungnya Harga Obat Terapi Covid-19
Terbaru

BPKN Ajak Konsumen Bantu Awasi Melambungnya Harga Obat Terapi Covid-19

Di saat krisis kesehatan terjadi masih ada kelompok masyarakat yang memanfaatkan situasi dengan menimbun dan menaikan harga obat di pasaran untuk mengambil keuntungan yang besar.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Halim. Foto: RES
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Halim. Foto: RES

Dalam Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), negara bertanggung jawab untuk memberikan jaminan konstitusional hak memperoleh pelayanan kesehatan sebagai salah satu hak asasi manusia. Di tengah kondisi yang tak biasa yakni mewabahnya virus Corona (Covid-19) pemerintah diharuskan melakukan pemenuhan hak atas kesehatan secara maksimal, sebagai perwujudan tanggung jawab negara untuk melindungi rakyat Indonesia.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat baik dari sisi ekonomi maupun kesehatan. Perbaikan ekonomi sangat bergantung pada suksesnya pemerintah dalam menangani Covid-19. Sehingga program vaksinasi gencar dilakukan.

Menurut Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Halim, tak hanya vaksinasi, pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan lainnya di bidang kesehatan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat. Mengingat obat Covid-19 yang belum ditemukan, Rizal menilai vaksinasi adalah langkah tepat yang bisa dilakukan pemerintah saat ini.

Selain vaksinasi pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang menetapkan harga eceran tertinggi untuk obat-obatan terapi Covid-19. Kebijakan ini lahir sebagai respon pemerintah atas tingginya harga obat-obatan untuk terapi Covid-19 yang banyak diperjualbelikan secara online.

Penetapan HET tersebut diatur dalam Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi Covid-19. Rizal pun mneyampaikan apresiasi atas langkah pemerintah yang mengatur harga obat khusus terapi Covid-19 agar tak merugikan masyarakat. (Baca: Polisi Tindak Penjual Obat Harga Lampaui HET Kemenkes)

“Ini bertujuan untuk  menghindari perilaku rente. Itu bagus untuk memastikan harga eceran tertinggi di tingkat masyarakat dan melindungi masyarakat sehigga obat-obatan bisa dibeli secara terjangkau,” kata Rizal kepada Hukumonline, Selasa (6/7).

Terkait harga obat-obatan yang melambung tinggi, Rizal mengaku pihaknya belum menerima keluhan dari masyarakat. Namun demikian dia menegaskan BPKN akan terus melakukan pengawasan untuk melindungi konsumen, dan memastikan konsumen dapat memperoleh obat-obatan dengan harga wajar. Rizal pun meminta masyarakat untuk bersama mengawasi peredaran harga obat terapi Covid-19 tersebut.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya menangkap seorang penjual obat lampaui harga eceran tertinggi (HET) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI di Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan penjual berinisial R tersebut diketahui menjual obat jenis Ivermectin dengan harga Rp475 ribu per kotak atau jauh dari harga HET Kemenkes.

"Kami menemukan satu toko SE. Di sana Ivermectin dijual cukup tinggi, tidak sesuai harga eceran yang dirilis Kemenkes. Seharusnya per tablet Rp7.500 atau Rp75.000 per kotak. Tetapi di lapangan, karena kelangkaan obat ini disebabkan juga 'panic buying' masyarakat harganya Rp475.000 per kotak," kata Yusri Yunus seperti dilansir Antara dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (6/7).

Yusri mengatakan pihaknya kemudian menangkap penjual obat tersebut pada 4 Juli 2021, bersama sejumlah barang bukti seperti struk pembayaran.

Seperti diketahui, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk obat-obatan terapi Covid-19. ”Harga eceran tertinggi ini merupakan harga jual tertinggi obat di apotek, instalasi farmasi, RS [rumah sakit], klinik, dan faskes [fasilitas kesehatan] yang berlaku di seluruh Indonesia,” ujar Budi.

Ada sebelas obat yang ditetapkan harga eceran tertinggi sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes tersebut, yaitu:

1. Favipiravir 200 mg (tablet) Rp22.500 per tablet

2. Remdesivir 100 mg (injeksi) Rp510.000 per vial

3. Oseltamivir 75 mg (kapsul) Rp26.000 per kapsul

4. Intravenous Immunoglobulin 5 persen 50 ml (infus) Rp3.262.300 per vial

5. Intravenous Immunoglobulin 10 persen 25 ml (infus) Rp3.965.000 per vial

6. Intravenous Immunoglobulin 10 persen 50 ml (infus) Rp6.174.900 per vial

7. Ivermectin 12 mg (tablet) Rp7.500 per tablet

8. Tocilizumab 400 mg/20 ml (infus) Rp5.710.600 per vial

9. Tocilizumab 80 mg/4 ml (infus) Rp1.162.200 per vial

10. Azithromycin 500 mg (tablet) Rp1.700 per tablet

11. Azithromycin 500 mg (infus) Rp95.400 per vial

“Jadi 11 obat yang sering digunakan dalam masa pandemi COVID-19 ini kita sudah atur harga eceran tertingginya. Saya tegaskan di sini, saya sangat tegaskan di sini kami harap aturan harga obat itu agar dipatuhi,” tegas Budi.

Budi menegaskan situasi ini menjadi keprihatinan bersama, di saat krisis kesehatan terjadi masih ada kelompok masyarakat yang memanfaatkan situasi dengan menimbun dan menaikan harga obat di pasaran untuk mengambil keuntungan yang besar dari krisis yang terjadi. Saat ini ditemukan di berbagai platform belanja daring, obat tersebut dijual bebas bahkan dengan harga jauh di atas yang telah ditetapkan.

Masyarakat diminta tidak membeli obat terkait secara bebas, termasuk melalui platform daring secara ilegal. Pengaturan batas atas harga obat terapi bagi pasien Corona perlu dilakukan, selain mencegah lonjakan harga, pengaturan ini dilakukan untuk kepentingan masyarakat.

Diharapkan tidak ada pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan yang tidak wajar saat pandemi seperti sekarang yang merugikan kepentingan masyarakat. Kementerian Kesehatan akan dibantu oleh Polri untuk dalam menegakan aturan ini.

Tags:

Berita Terkait