Hal ini terungkap saat rapat kerja antara Komisi II DPR dengan Kepala BPN, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara pada Selasa (15/2). Dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi II Ferry Mursyidan Baldan itu, Kepala BPN Lutfi Nasution mengatakan bahwa Pengadilan Agraria diatur dalam pasal 47 RUU Sumberdaya Agraria. RUU Sumberdaya Agraria sendiri merupakan penyempurnaan dari UU Pokok Agraria.
Kepada hukumonline, Lutfi menjelaskan bahwa pembentukan Pengadilan Agraria bertujuan untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan. Jumlah sengketa agraria itukan cukup besar, sedangkan pengadilan negeri kita kapasitasnya terbatas. Jadi di revisi UU PA itu ada salah satu pasalnya yang memberikan kemungkinan dibentuknya suatu Pengadilan Agraria, terangnya.
Sebelumnya, saat menjawab pertanyaan anggota beberapa anggota Komisi I DPR, Lutfi menegaskan bahwa pembentukan Pengadilan Agraria di dalam RUU Sumberdaya Agraria bukanlah keharusan. Ia mengatakan, Pengadilan Agraria dapat dibentuk jika diperlukan.
Di dalam penjelasan tertulis Kepala BPN kepada Komisi II diketahui bahwa lingkup kewenangan dari Pengadilan Agraria adalah menyelesaikan sengketa sumber daya agraria yang cenderung terjadi sebagai akibat konflik struktural yang terjadi karena kebijakan pemerintah di masa lalu, khususnya dalam rangka keadilan di masa transisi.
Sementara, Kepala BPN menjelaskan, sengketa yang menyangkut status kepemilikan sumberdaya agraria dan kebenaran materiil data fisik dan yuridis diselesaikan melalui lembaga peradilan. Sedangkan, sengketa yang bersumber dari perbedaan kepentingan untuk memanfaatkan sumberdaya agraria, penyelesaiannya diusulkan melalui mekanisme di luar pengadilan atau penyelesaian sengketa alternatif melalui perwasitan, fasilitasi, mediasi, dan arbitrase.
Kepala BPN menyatakan RUU Sumberdaya Agraria serta dua RUU lain di bidang pertanahan sangat medesak untuk segera diterbitkan untuk terwujudnya sinkronisasi, keadilan, kepastian hukum dalam penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria dan meminimalkan konflik di bidang sumberdaya agraria. Dua RUU bidang agraria lainnya yang juga dianggap mendesak adalah RUU Hak Tanah, dan RUU Perolehan Tanah untuk Kegiatan Pembangunan.