Buah Pemikiran Prof Retno Murni Soal Penguatan Perlindungan Konsumen
Perempuan dan Pendidikan Hukum

Buah Pemikiran Prof Retno Murni Soal Penguatan Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen harus didasarkan pada prinsip manfaat, keadilan, harmonis, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum. Sejak 10 tahun lalu, pemerintah disarankan membentuk Kementerian Konsumen seperti di Malaysia dan merevisi UU Perlindungan Konsumen serta aturan lain yang terkait.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Dalam memberi perlindungan terhadap konsumen, negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Retno menilai UU No.8 Tahun 1999 juga menganut prinsip tanggung jawab mutlak dan pembuktian terbalik. Dia sependapat perlindungan konsumen tetap harus menggunakan prinsip tanggung jawab mutlak karena keterbatasan konsumen di bidang pendidikan, informasi, seluk-beluk produksi, dan lainnya, sehingga berat bagi konsumen membuktikan kesalahan produsen.

 

“Perlindungan konsumen juga harus didasarkan pada prinsip manfaat, keadilan, harmonis, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum,” usul Retno kala itu. Baca Juga: Pesan YLKI Agar Konsumen Tak Terjebak Perilaku Komsumtif di Era Digital   

 

Dia juga mendorong kampus dan lembaga penelitian dapat berperan membantu masyarakat mendapat produk berkualitas. Seperti penelitian pakar lingkungan Universitas California, Amerika Serikat, Dara O’Rourke tahun 2009 yang menganalisa dampak sosial dan lingkungan dari rantai penyaluran produk global seperti sabun dan shampo merek tertentu serta produk daur ulang lain. Melalui panduan GoodGuide yang mudah diakses, peneliti itu membantu konsumen memilih produk terbaik.

 

Usulan lain, Retno mengingatkan pendidikan konsumen sangat dibutuhkan. Globalisasi menjadikan para pelaku usaha semakin ketat berkompetisi. Tanpa political will pemerintah mengakomodasi kepentingan dan pencerdasan konsumen (smart consumer) melalui berbagai lini, Indonesia semakin jauh tertinggal dalam aspek perlindungan konsumen dan daya saing pelaku ekonomi yang berakibat lemahnya daya saing Indonesia di bidang ekonomi global.

 

Lalu, bagaimana dengan kondisi perlindungan konsumen di tengah belum direvisinya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan maraknya transaksi bisnis e-commerce (ekonomi digital) dewasa ini?   

Tags:

Berita Terkait