Buruh Mau Ikut Demo 2 Desember? Menaker: Buruh Harus Fokus
Berita

Buruh Mau Ikut Demo 2 Desember? Menaker: Buruh Harus Fokus

Jumlah serikat buruh dalam tiga tahun terakhir dikabarkan menurun.

ADY
Bacaan 2 Menit
Demo buruh dikawal polisi saat menuntut haknya. Foto Ilustrasi: RES
Demo buruh dikawal polisi saat menuntut haknya. Foto Ilustrasi: RES
Aksi demo yang diwanti-wanti Pemerintah, 2 Desember 2016, kemungkin tak hanya berisi elemen keagamaan. Kalangan buruh juga sudah mengisyaratkan akan ikut berdemo pada tanggal itu. Buruh menyebutkan mogok nasional.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan konfederasi yang dipimpinnya akan melaksanakan Mogok nasional pada 2 Desember 2016. “Mogok Nasional ini akan dilaksanakan dalam bentuk unjuk rasa nasional dengan ‘stop produksi’ di 20 Provinsi, 250 kabupaten/kota dengan melibatkan hampir satu juta buruh,” paparnya.

Mogok Nasional di daerah Jabodetabek dan Karawang akan berpusat di kawasan Bundaran Hotel Indonesia Jakarta, massa akan berjalan menuju Istana Presiden. Mogok Nasional di 19 provinsi lainnya dilakukan di kawasan industri dan kantor Gubernur masing-masing. (Baca juga: Tim Advokasi Buruh Laporkan Dugaan Penghalangan Mogok).

Rencananya mogok nasional itu mengusung tiga isu yakni mendesak pemerintah mecabut PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, menaikan upah minimum provinsi dan kabupaten/kota (UMP/UMK) 20 persen. Satu isu lain, mengikuti tema besar peserta demo keagamaan menurut proses hukum terhadap calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengimbau kepada seluruh serikat buruh untuk fokus pada isu perburuhan. Hanif menyampaikan hal itu karena mendapat informasi ada serikat buruh yang ingin melakukan demonstrasi dengan istilah Mogok Nasional pada 2 Desember 2016. Rencananya demonstrasi itu berbarengan dengan aksi Bela Islam 3.

Hanif menyarankan kepada serikat buruh untuk tidak ikut demonstrasi yang bersinggungan dengan dinamika politik nasional yang sedang hangat. Dia khawatir keterlibatan serikat buruh dalam demonstrasi itu memperkeruh suasana politik yang ujungnya merugikan buruh.

Hanif menegaskan pemerintah tidak anti demonstrasi. Unjuk rasa dan mogok itu hak buruh. Tapi pelaksanaannya harus mengikuti prosedur sesuai peraturan. Sebelum menggelar kegiatan itu harus dipertimbangkan terlebih dulu manfaatnya bagi buruh. “Jangan sampai gerakan buruh justru merugikan buruh, membuat buruh malas berserikat,” katanya dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Selasa (22/11).

Soal Mogok Nasional Hanif menjelaskan hal tersebut tidak ada dalam sistem hubungan industrial di Indonesia. Mogok kerja dilakukan pada tingkat perusahaan dan itu dilakukan jika perundingan antara buruh dan pengusaha gagal. "Jangan politisasi buruh untuk kepentingan lain di luar agenda buruh dalam hubungan industrial. Serikat buruh fokus saja pada isu-isu perburuhan," imbuhnya.

Hanif berharap gerakan buruh terus menguat dan mencari strategi perjuangan dalam meningkatkan kesejahteraan. Menguatnya gerakan buruh bisa dilihat dari jumlah buruh yang berserikat semakin banyak dan serikat buruh di perusahaan bertambah.

Alih-alih mengalami peningkatan, Hanif melihat jumlah buruh yang berserikat mengalami penurunan. Tercatat tiga tahun lalu jumlah buruh yang berserikat mencapai 4,3 juta orang, tahun ini hanya 2,7 juta orang. Jumlah serikat buruh di perusahaan yang tadinya 14 ribuan menjadi 7 ribuan. Tapi jumlah federasi dan konfederasi serikat buruh terus bertambah, ini menunjukan polarisasi dalam gerakan buruh masih tinggi. “Data tersebut cukup memprihatinkan. Ini perlu jadi perhatian bersama agar gerakan buruh makin kuat dan fokus," tukas Hanif.

Menurut Hanif banyak faktor yang menyebabkan turunnya partisipasi buruh untuk berserikat. Bisa jadi salah satu penyebabnya karena kuatnya tarikan politik dalam gerakan buruh.
Tags:

Berita Terkait