Calon Hakim Ad Hoc PPHI Minta Gaji Yang Layak
Utama

Calon Hakim Ad Hoc PPHI Minta Gaji Yang Layak

Di Timor Leste, status seorang anggota Dewan Hubungan Perburuhan hanya paruh waktu dengan bayaran Rp80 ribu persesi.

CR-3
Bacaan 2 Menit
Calon Hakim <i>Ad Hoc</i> PPHI Minta Gaji Yang Layak
Hukumonline

 

Pasal 66 ayat (1) UU No. 2/2004 mengatur bahwa hakim ad hoc dilarang merangkap jabatan  sebagai anggota Lembaga Tinggi Negara, kepala daerah/kepala wilayah, lembaga legislatif tingkat daerah, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pengurus partai politik,  pengacara, mediator, konsiliator, arbiter, atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh atau pengurus organisasi pengusaha.

 

Berbeda dengan Sinufa, calon hakim ad hoc PPHI lainnya, Frans K., menyatakan mengenai gaji seharusnya tidak perlu dipersoalkan. Sebab, hakim ad hoc harus mengedepankan pengabdian dan totalitas dalam pelaksanaan tugasnya. Harus diingat bahwa seorang hakim itu bertanggung jawab kepada Tuhan. Jadi menurut saya janganlah belum apa-apa sudah mempermasalahkan gaji, tegas Frans.

 

Ia menekankan perlunya pendidikan dan pelatihan agar hakim PPHI dapat menjalankan perannya dengan baik dalam mewujudkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang murah, cepat, dan adil. 

 

Remunerasi jadi prioritas

 

Sebagai perbandingan, Jane Hodges, ahli Hukum Perburuhan dari International Labour Organization (ILO), mengatakan bahwa di banyak negara, hakim PPHI berstatus paruh waktu. Jadi, lanjut Jane, mereka tetap mempunyai penghasilan tambahan dari profesi yang lain. Namun, Jane mengatakan bahwa sistem paruh waktu memiliki konsekuensi negatif karena dapat menyebabkan hakim tidak total menjalankan tugasnya.

 

Di beberapa negara Afrika seperti Malawi, banyak hakim yang malas ke kantor (pengadilan) karena bayaran per sesinya sangat kecil, tukasnya.

 

Sementara itu, peserta dari negara Timor Leste Jose Asa mengatakan bahwa negaranya juga menganut sistem paruh waktu seperti yang dicontohkan Jane. Namun, Jose menepis kekhawatiran Jane karena sejauh ini hakim pengadilan PPHI yang di Timor Leste disebut Labour Relation Board (Dewan Hubungan Perburuhan, red.) tidak ada yang mengeluh mengenai gaji walaupun mereka hanya dibayar Rp 80 ribu persesi.   

 

Bahkan untuk perwakilan pemerintah seperti saya tidak mendapat bayaran karena pegawai pemerintahan dilarang menerima gaji dobel, ujar Jose.

 

Menurut Labour Code No.1/2002, Dewan Hubungan Perburuhan terdiri dari satu orang perwakilan pemerintah, dua orang perwakilan serikat pekerja, satu orang perwakilan lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan satu orang perwakilan pengusaha.

 

Terkait dengan hal ini, Dirjen Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) Gandi Sugandi menerangkan bahwa saat ini permasalahan gaji hakim PPHI tengah dibahas oleh Kelompok Kerja (Pokja) yang dibentuk berdasarkan SKB Mahkamah Agung dan Menakertrans tahun 2003. Berdasarkan SKB tersebut dibentuk empat kelompok kerja (pokja), yakni Pokja peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia, kelembagaan, dan sarana dan prasarana.

 

Soal remunerasi kami jadikan prioritas pembahasan, tegas Gandi.

Walaupun proses untuk menjadi hakim ad hoc pengadilan penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) masih sangat jauh, tetapi sebagian calon sudah menuntut agar mereka diberikan gaji yang layak. Tuntutan tersebut disampaikan pada acara Pelatihan Hakim Perburuhan: Standar-Standar Internasional di bidang Ketenagakerjaan dan Administrasi Pengadilan Perburuhan yang Modern (25/8).

 

Gaji yang layak perlu berikan untuk membentengi kemandirian hakim, ujar salah satu calon M. Sinufa Zebua.

 

Namun begitu, Sinufa sendiri mengakui bahwa berapa besarnya  gaji yang layak sangat relatif. Yang penting, menurut Sinufa, gaji yang diperoleh setidak-tidaknya dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari hakim dan keluarganya. Kata dia, gaji yang layak dapat mencegah hakim untuk mencari alternatif pendapatan lain di luar profesinya yang dikhawatirkan akan mengganggu independensi dan profesionalitas.

 

Sinufa berdalih, tuntutan gaji yang layak dianggap penting karena UU No. 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menetapkan bahwa status hakim ad hoc PPHI itu full time (penuh waktu, red.). Dengan status tersebut—ditambah lagi UU No. 2/2004 juga melarang hakim ad hoc rangkap jabatan--artinya para hakim harus rela meninggalkan profesi mereka sebelumnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: