Pergantian jabatan Kapolri dipandang terburu-buru jika dilakukan pada Agustus 2013. Oleh sebab itu, perlu mekanisme ketat agar yang terpilih memang punya kemampuan sebagai pemimpin.
Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai rencana yang terburu-buru menandakan Presiden tak puas dengan hasil kinerja Polri dibawah pimpinan Jenderal (Pol) Timur Pradopo. Terlepas siapa yang akan menggantikan Timur, menurut Emerson perlu dibuat mekanisme penjaringan kandidat yang ketat, transparan dan akuntabel.
Emerson menyebut sejumlah syarat bagi calon Kapolri. Yaitu memiliki integritas dan kualitas baik, tidak memiliki catatan buruk di masyarakat. Tak kalah penting calon Kapolri harus memiliki komitmen pemberantasan korupsi. Syarat ini perlu mengingat sejumlah jenderal di institusi Polri terindikasi memiliki kekayaan mencurigakan.
“Mereka yang tersangkut rekening gendut jenderal Polri harusnya bisa dicoret,” ujarnya melalui pesan pendek kepada hukumonline, Jumat (19/4).
Lebih jauh Emerson menegaskan, calon Kapolri harus mampu mereformasi birokrasi di tubuh Polri. Nah, terkait lembaga yang akan menyodorkan nama ke Presiden adalah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dia mendesak dilakukan proses penyaringan ketat. “Agar nama yang diserahkan ke Presiden adalah yang kredibel,” ujarnya.
Terpisah, anggota Kompolnas Hamidah Abdurahman mengatakan telah menjaring delapan kandidat calon Kapolri. Paling rendah pangkat mereka adalah bintang dua. Kedelapan kandidat itu, kata Hamidah, rata-rata pensiun antara dua hingga tiga tahun lagi.
Hamidah menambahkan, Kompolnas pun telah mendapatkan rekam jejak kedelapan kandidat, seperti data prestasi selama bertugas di Polri hingga kini. Selain itu, data tersebut akan dilengkapi dengan kategori lain seperti pendidikan, karier, dan pengalaman calon.