Korupsi Hambat Reformasi di Tubuh Polri
Berita

Korupsi Hambat Reformasi di Tubuh Polri

Intervensi atasan, pebisnis dan politikus menjadikan penyidik tidak independen dalam penanganan perkara.

Rfq
Bacaan 2 Menit
Upaya pemberantasan korupsi di tubuh Polri dinilai belum berhasil.<br> Foto: Sgp
Upaya pemberantasan korupsi di tubuh Polri dinilai belum berhasil.<br> Foto: Sgp

Upaya pemberantasan korupsi di tubuh Polri dinilai belum berhasil. Pasalnya, Polri masih didera penyakit korupsi mulai proses rekrutmen calon anggota Kepolisian sampai penanganan perkara. Korupsi dinilai telah menghambat kinerja dan profesionalitas yang berujung pada stagnannya reformasi di tubuh Polri.

 

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti dalam sebuah diskusi bertajuk “Menggungat 13 Tahun Reformasi Polisi dan 65 tahun Kepolisian Republik Indonesia”, Jumat (10/6).

 

Merujuk pada hasil penelitian Imparsial, ujar Poenky, korupsi di internal Kepolisian berupa dugaan mark up budget, kenaikan pangkat anggota Kepolisian yang mesti membayar, dan bisnis ilegal. Parahnya, dalam penanganan perkara korupsi, anggota Polri pun kerap minta jatah. Praktik korupsi lainnya berupa pungutan liar yang dilakukan polisi lalu lintas.

 

Masyarakat sangat sering mengeluhkan perilaku aparat KepolisianTermasuk mengeluhkan sikap diskriminatif polisi. Dalam penanganan perkara, polisi acapkali terkesan lembek terhadap pihak yang kuat. Sebaliknya, polisi seringkali menindas pihak yang lemah. Karena itulah, Poenky berpandangan institusi Kepolisian merupakan bagian dari persoalan pemberantasan korupsi.

 

“Korupsi menjadi budaya dan menguat dalam sistem. Mulai rekrutmen sudah erat dengan korupsi, pimpinan tidak memberikan teladan. Gaji kecil, resiko besar,” paparnya.

 

Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan Polri sebenarnya telah menunjukkan perubahan. Cuma, perubahan yang dimaksud hanya penampilan fisik semata. Sebaliknya perilaku anggota Kepolisian mengalami penurunan. Bambang mengatakan korupsi di tubuh Kepolisian sudah menjadi mata rantai yang sulit dihentikan. Jadi ada hubungan jabatan seseorang dengan uang yang akan dibagikan dengan bawahan. Karena di atas perencana, di bawah pelaksana. Ini mata rantai,” jelasnya.

 

Senada dengan Bambang, anggota Komisi Hukum dan HAM DPR, Ahmad Yani mengatakan korupsi di tubuh Kepolisian membuktikan Indonesia terkesan tidak serius menjadi negara hukum. Sebagai contoh, Yani menyebut Kepolisian acapkali memasukkan perkara pidana ke ranah perdata, begitupun sebaliknya. “Karena itu korupsi terjadi. Kasus korupsi yang ditangani polisi malah jadi serius,” imbuhnya.

 

Ditambahkan politisi PPP itu, keuangan negara sebesar Rp300 triliun dari sektor pajak raib pertahun. Kasus-kasus besar yang ditangani kepolisian sarat dengan tangki-tangki besar. Belum lagi adanya intervensi dari kalangan pebisnis terhadap Kepolisian sehingga penegakan hukum tidak berjalan sesuai relnya. “Penegakan hukum tajamnya ke bawah, tidak ke atas,” katanya

 

Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menuturkan dalam penanganan kasus korupsi, penyidik terkadang mendapat intervensi dari atasan. Sehingga penyidik tak memiliki independensi. Campur tangan atasan itulah yang mempengaruhi proses penyidikan kasus korupsi.

 

Belum lagi intervensi dari kalangan politikus dan pebisnis. “Intervensi politikus dan pebisnis bisa jadi persoalan dalam penyelesaian kasus korupsi,” imbuhnya.

 

Pengawasan

Upaya untuk mengawasi korupsi di tubuh Polri salah satu caranya adalah dengan memperkuat pengawasan internal dan eksternal. Menurut Bambang Widodo Umar, dengan memperkuat pengawasan internal dan eksternal. Internal, Polri sudah memiliki Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum). Pengawas luar, Polri sudah punya Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Kuncinya adalah, kata dia, “pengawasan yang kuat”.

 

Senada dengan Bambang, Poenky mengatakan pengawasan internal dan masyarakat mesti diperkuat. Malahan, perlu diberikan sanksi yang berat bagi pelaku yang menyelewengkan tugasnya dengan melakukan korupsi. “Mengembangkan budaya malu korupsi dan pemberantasan korupsi secara serius mulai dari Kapolri hingga level terendah,” ucapnya.

 

Yani berharap Kompolnas sebagai pengawas eksternal Kepolisian diperkuat dengan Undang-undang.  Dalam konteks ini, DPR berupaya agar UU Polri diubah. Namun, upaya ini kandas. “Karena itu perlu diperkuat Kompolnas,” pungkasnya.

Tags: