Catatan Akhir Tahun PSHK: 6 Isu Hukum Curi Perhatian Sepanjang 2020
Berita

Catatan Akhir Tahun PSHK: 6 Isu Hukum Curi Perhatian Sepanjang 2020

Keenam isu itu mencakup legislasi, penegakan hukum, peradilan, anti-korupsi, HAM dan demokrasi, dan tata kelola penanganan Covid-19.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit

Sementara catatan 2020 untuk Mahkamah Agung lebih kepada kebijakan internal dan koordinasi antar lembaga penegak hukum dalam menyelenggarakan persidangan pada masa pandemi COVID 19 saat ini. Putusan Mahkamah Agung yang meringankan vonis terdakwa korupsi Fahmi Darmawansyah yang telah memberikan mobil pada Kepala LAPAS Sukamiskin dengan alasan kedermawanan; menunjukkan ada yang hilang dalam logika anti-korupsi yang seharusnya ada di majelis hakim. Putusan tersebut juga merupakan sinyal negatif ke depan dari Mahkamah Agung untuk isu pemberantasan korupsi.

Dari isu Anti-Korupsi, sorotan pada situasi internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dominan terjadi pada 2020. Pengunduran diri sejumlah pegwai KPK yang selama ini berperan terhadap kinerja KPK, teguran tertulis kepada Ketua KPK karena dinilai melanggar kode etik oleh Dewan Pengawas KPK hingga pengajuan pengadaan mobil dinas baru bagi komisioner KPK menjadi alasan yang mendasari besarnya keresahan publik terhadap masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia. Fakta bahwa KPK berhasil menangkap 2 orang Menteri atas dugaan tindak pidana korupsi di penghujung 2020 menuai harapan, tetapi harus tetap didukung oleh aspek kelembagaan yang kuat, baik secara kepemimpinan atau tata kelolanya.

Pembahasan HAM dan Demokrasi pada 2020 diwarnai dengan beberapa isu seperti pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah yang terus berjalan di tengah penolakan berbagai pihak, termasuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pelaksanaan Pilkada merupakan bentuk nyata dari pemaksaan kepentingan politik praktis diatas kepentingan kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti berdampak negatif karena selama pelaksanaan Pilkada penyebaran virus COVID 19 terjadi, terutama antara penyelenggara dan para calon, yang di antaranya berdampak jatuhnya korban jiwa.

Isu lain dalam bidang HAM dan Demokrasi adalah kebebasan berpendapat dalam mengungkapkan kritik terhadap kebijakan Pemerintah yang cenderung mendapatkan kriminalisasi atau bahkan serangan digital; menunjukan bahwa perbedaan pendapat justru dihadapi dengan pendekatan politik dan keamanan. Sedangkan itu penuntasan kasus HAM masa lalu sampai 2020 masih menjadi jargon tahunan yang didengungkan, tanpa ada tindak lanjut yang terukur.

Untuk tata kelola penanganan Covid-19 di dapat dilihat dari tiga catatan, yaitu: Pertama, aspek kelembagaan yang masih menitikberatkan kepada pendekatan ekonomi jangka pendek semata dibandingkan dengan pendekatan Kesehatan. Penanganan Covid-19 berpengaruh terhadap segala aspek pemerintahan, sehingga tidak berlebih apabila Presiden seharusnya turun langsung memimpin kelembagaan penanganan Covid-19, atau pendelegasian seharusnya diberikan kepada Menteri Kesehatan.

Kedua, pelaksanaan PSBB masih birokratis dan tidak sinergis antara Pemerintah dan pemerintah daerah. Hal ini terlihat dari penetapan PSBB yang justru bebannya banyak diberikan kepada pemerintah daerah, padahal data dan sumber daya terkumpul di Pemerintah Pusat. Seharusnya Pemerintah menentukan daerah mana saja yang harus melakukan PSBB atau lebih ketat dari PSBB, dan kemudian dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

Ketiga, pengambilan kebijakan yang tidak konsisten, yang tercermin dari adanya larangan Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah yang ingin menerapkan PSBB berdasar kepada kondisi di wilayahnya, pembatasan yang diperlonggar dengan mengatasnamakan penggunaan protokol Kesehatan dan jargon “new normal”, penggunaan anggaran KL untuk rapat berkumpul di kantor atau hotel hingga pelaksanaan Pilkada yang memancing berbagai kerumunan dalam jumlah besar.

Berdasarkan hasil pemantauan isu hukum pada 2020, PSHK merumuskan 6 tantangan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan Reformasi Hukum di 2021. Pertama, untuk DPR dan Pemerintah dalam menciptakan proses legislasi yang transparan dan partisipatif;

Kedua, untuk DPR dan Pemerintah dalam menciptakan perencanaan legislasi yang realistis dan menjawab kebutuhan di masa pandemi Covid-19 saat ini; Ketiga, untuk Pemerintah dalam melaksanakan agenda Reformasi Regulasi, khususnya merealisasikan Badan Regulasi Nasional dan revisi secara menyeluruh UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

Keempat, untuk Pemerintah dalam mendorong terealisasikannya reformasi kelembagaan aparat penegak hukum; Kelima, untuk Mahkamah Konstitusi dalam mengembalikan independensi KPK melalui Putusan terhadap Uji Formil dan Materiil terhadap Revisi UU KPK; dan Keenam, untuk Mahkamah Konstitusi dalam membangun kepercayaan publik dengan menunjukan sikap independen dan mampu menghasilkan putusan yang berkualitas ditengah sempitnya ruang partisipasi dalam pembentukan UU.

Tags:

Berita Terkait