Catatan F-PKS terhadap RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
Terbaru

Catatan F-PKS terhadap RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan

Ada 22 catatan, mulai reformasi sektor keuangan mesti menjawab persoalan-persoalan riil yang sedang dihadapi rakyat secara luas, penting adanya aturan yang ketat bagi pengawasan keuangan dan jasa keuangan, sistem informasi perbankan yang terpadu, hingga RUU PPSK masih banyak yang perlu dilakukan pendalaman bersama.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Rencana DPR mengatur soal sektor keuangan agar menjadi lebih kuat dan berkembang bakal dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). RUU PPSK telah disetujui menjadi usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna. Meski telah memberi persetujuan menjadi usul inisiatif, mayoritas fraksi memberikan pandangan dan catatannya.

Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus menegaskan sembilan fraksi telah memberikan persetujuan terhadap RUU PPSK menjadi usul insiatif. Namun persetujuan dari masing-masing fraksi tak lepas dari banyaknya catatan. Seperti Fraksi PKS yang memberikan catatan cukup panjang. “Fraksi-PKS menerima dengan catatan,” ujarnya di Komplek Gedung DPR, Senin (26/9/2022).

Juru Bicara Fraksi PKS Hidayatullah menilai RUU PPSK diharapkan dapat mengurai dan menyelesaikan berbagai persoalan fundamental sektor keuangan. Mulai persoalan kebutuhan perubahan atas sejumlah UU yang sudah tidak relevan, aspek kelembagaan, perkembangan inovasi teknologi, hingga langkah-langkah penting yang harus dirumuskan dalam memacu pendalaman peranan sektor keuangan (financial deepening). Begitu pula sektor keuangan yang inklusif dan lebih berkeadilan.

“Hambatan-hambatan tersebut sesegara mungkin diminimalisir lewat kehadiran RUU PPSK,” ujarnya.

Untuk ltu, F-PKS memiliki sejumlah catatan. Pertama, sektor keuangan ta hanya ditujukan untuk meningkatkan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan semata. Tapi juga perlu didorong dan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan mereduksi ketimpangan ekonomi.  

Kedua, reformasi sektor keuangan mesti menjawab persoalan-persoalan riil yang sedang dihadapi rakyat secara luas. Seperti maraknya permasalahan pinjaman online, mahalnya biaya pembiayaan/kredit ultra mikro dan mikro dibanding untuk korporasi. Kemudian masih banyaknya usaha mikro dan UMKM yang belum bisa mengakses lembaga keuangan, serta belum optimalnya sektor keuangan mendukung perkembangan riil sektor.

Ketiga, terkait kelembagaan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Menurutnya, tugas KSSK perlu tetap sesuai UU No.9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) dalam rangka memperkuat pencegahan dan antisipasi dini terjadinya krisis sektor keuangan. Karenanya, disain akuntabilitas, kelembagaan dan tata kelola KSSK perlu memperhatikan amanat UUD 1945 terkait otoritas Bank Indonesia (BI) dan kewenangannya, serta menjaga independensi masing-masing otoritas terutama pada masa normal. 

Keempat, disain dalam RUU menempatkan BI terus menjadi standby buyers surat berharga negara (SBN) pemerintah tanpa limitasi yang jelas bakal berpengaruh terhadap persepsi publik terhadap kredibilitas bank sentral dan risiko kepercayaan terhadap sektor keuangan. Karenanya diperlukan batasan yang jelas dan tegas terkait arah kebijakan dalam menjaba stabilitas perekonomian nasional secara berkelanjutan.

Tags:

Berita Terkait