Catatan Kritis Terhadap Praktik Pengajuan PK di MA
Terbaru

Catatan Kritis Terhadap Praktik Pengajuan PK di MA

Dalam praktiknya, PK tidak lagi bersifat eksklusif dan istimewa karena tahun 2022 tercatat ada 9.519 permohonan PK yang masuk ke MA. Dari jumlah itu sebanyak 64 persen merupakan pengajuan PK perkara pajak dan sekitar 85 persennya ditolak.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Komisioner Komisi Yudisial Binziad Kadafi (kiri) saat diskusi bertajuk 'Peninjauan Kembali: Koreksi Kesalahan dalam Putusan dari Perspektif Praktisi Hukum', Selasa (05/12/2023). Foto: Ady
Komisioner Komisi Yudisial Binziad Kadafi (kiri) saat diskusi bertajuk 'Peninjauan Kembali: Koreksi Kesalahan dalam Putusan dari Perspektif Praktisi Hukum', Selasa (05/12/2023). Foto: Ady

Peninjauan Kembali (PK) dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana diatur dalam BAB XVIII tentang Upaya Hukum Luar Biasa. Tapi karena banyaknya permohonan yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA), pada praktiknya PK seolah tak lagi menjadi upaya hukum yang “luar biasa” yang bersifat ekslusif dan istimewa.  

Komisioner Komisi Yudisial (KY) Binziad Kadafi mengatakan KUHAP mendefinisikan PK sebagai upaya hukum luar biasa. Frasa “luar biasa” itu berarti eksklusif, istimewa, berbeda, dan mengesankan. “Seharusnya PK sesuatu mekanisme hukum yang diberi atribut atau karakter luar biasa oleh hukum, menghasilkan berbagai kondisi yang bisa dilihat eksklusif, istimewa, berbeda dari yang lain,” kata Binziad Kadafi dalam diskusi bertajuk “Peninjauan Kembali: Koreksi Kesalahan dalam Putusan dari Perspektif Praktisi Hukum”, Selasa (05/12/2023).

Baca Juga:

Dari hasil kajian, kata pria yang akrab disapa Dafi ini, ditemukan hal berbeda. Dalam praktiknya, PK tidak lagi bersifat eksklusif karena sepanjang tahun 2022 tercatat ada 9.519 permohonan PK yang masuk ke MA. Dari jumlah itu sebanyak 64 persen merupakan PK perkara pajak. Hal itu disebabkan dalam UU Pengadilan Pajak mengatur upaya hukum yang bisa dilakukan setelah pengadilan tingkat pertama itu pengajuan PK ke MA. Jumlah PK perkara pajak sendiri untuk periode 2021-2022 meningkat 80,85 persen.

Sementara itu, jumlah PK perkara non pajak yang diterima MA tahun 2022 meningkat 66,55 persen dari tahun 2021. Misalnya, untuk perkara pidana rata-rata jumlah permohonan PK dalam 9 tahun terakhir sebanyak 565 permohonan per tahun. Bila dibandingkan dengan Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda yang tahun 2021 hanya menerima 7 permohonan PK pidana (herziening).

“Padahal, Indonesia mewarisi sistem PK Belanda, tapi di Belanda sendiri sistem PK sudah berkembang lebih dinamis, misalnya memperkenalkan PK terhadap putusan lepas atau bebas.”

Masih mengutip data MA, dari seluruh total permohonan PK, Dafi menyebut hanya 20 persen permohonan yang alasannya dinilai layak. Dari semua permohonan PK yang diajukan sekitar 85 persen ditolak. Dengan begitu, rata-rata tingkat keberhasilan PK selama ini sekitar 12 persen. Tapi, khusus PK perkara pidana khusus yang didominasi kasus narkotika dan tindak pidana korupsi (tipikor) tingkat keberhasilannya atau yang dikabulkan mencapai 35 persen.

Tags:

Berita Terkait