Catatan Minus Legislasi, Penegakan Hukum, dan HAM Satu Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf
Berita

Catatan Minus Legislasi, Penegakan Hukum, dan HAM Satu Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf

Mulai revisi UU KPK, UU Minerba, hingga UU Cipta Kerja yang proses dan materi muatannya dinilai jauh dari harapan publik. Penegakan hukum berbanding terbalik dengan visi dalam kampanye Pemilihan Presiden 2019. Indeks kebebasan sipil di Indonesia pun terus merosot.

Rofiq Hidayat
Bacaan 7 Menit

Selain itu, kebebasan hak berekspresi dan berpendapat menjadi catatan buruk bagi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dalam satu tahun terakhir. Mardani merujuk catatan KontraS terdapat 157 kasus sepanjang satu tahun ini. Sejumlah aktivis ditangkap atas tuduhan melanggar UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). “UU ITE kerap menjadi dasar penangkapan. Seharusnya dudukkan dulu proporsinya sesuai hak dasar kebebasan menyampaikan pendapat dan berserikat,” ujarnya.

Sementara Kurnia melanjutkan penegakan hukum berbanding terbalik dengan visi-misi saat saat Kampanye Pemilihan Presiden 2019 lalu. Menurutnya, penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi mengalami kemunduran. Merujuk Pasal 8 UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Pasal 19 ayat (2) UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, pada prinsipnya presiden merupakan atasan struktural bagi Kapolri dan Jaksa Agung. Begitupula bagi KPK pasca berlakunya UU 19/2019. Sebab, KPK telah dikooptasi masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif.

“Penilaian komitmen eksekutif menjadi relevan saat mengukur keberpihakan penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi.”

Dia menilai berdasarkan catatan ICW dan Transparency International Indonesia (TII), setidaknya terdapat tiga permasalahan kelembagaan KPK. Pertama, pengelolaan internal kelembagaan. Kedua, penindakan. Ketiga, pencegahan. Baginya, seluruh problematika itu tak bisa dilepaskan dari figur pimpinan yang pada periode lalu dipilih oleh Presiden Joko Widodo bersama dengan DPR.

“penegakan hukum lain kondisinya pun tidak jauh berbeda. Salah satu indikator melihat performa buruk Kejaksaan Agung dan Kepolisian adalah kasus terpidana sekaligus buronan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Kasus ini mencuat ke publik pada pertengahan tahun ini. Dugaanya, adanya persekongkolan para penegak hukum. Sampai saat ini diketahui dua perwira tinggi Polri dan satu orang jaksa diduga melakukan permufakatan jahat untuk membebaskan dan membantu pelarian Djoko Tjandra.”

Dalam kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari di Kejagung menuai ragam kritik masyarakat. Diduga ada upaya perlindungan internal terhadap Pinangki. Bermula saat Kejagung menerbitkan Pedoman Pemeriksaan Jaksa, pemberian bantuan hukum, mengabaikan pengawasan Komisi Kejaksaan (Komjak), hingga ketiadaanya koordinasi dengan KPK sebelum pelimpahan perkara ke Pengadilan. Presiden pun diam saja melihat kejanggalan tersebut.

“Melihat situasi seperti ini, ke depan potret penegakan hukum dan pemberantasan korupsi akan semakin suram,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait