Cegah Korupsi Jadi Delik Umum, KPK Diikutsertakan Bahas RUU KUHP
Berita

Cegah Korupsi Jadi Delik Umum, KPK Diikutsertakan Bahas RUU KUHP

Sepanjang kewenangan KPK tidak dicabut dalam RUU KUHP, KPK tidak akan dilemahkan.

NOV
Bacaan 2 Menit
Plt Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi menggelar konferensi pers bersama Dirjen PP Kemenkumham, Widodo Ekatjahjana. Foto: RES
Plt Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi menggelar konferensi pers bersama Dirjen PP Kemenkumham, Widodo Ekatjahjana. Foto: RES

Masuknya tindak pidana korupsi dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menimbulkan kekhawatiran KPK. Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat kepada Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM (Dijen PP Kemenkumham)

"Inti masukan kami, usahakan agar delik korupsi dalam UU Tipikor untuk sementara tidak masuk dalam RUU KUHP. Pemahanan secara akademik maupun praktik, jika delik tindak pidana korupsi (tipikor) masuk dalam RUU KUHP, maka akan mengalami perubahan menjadi delik tindak pidana umum (tipidum)," katanya saat menggelar konferensi pers di KPK,  Senin (14/9).

Indriyanto menjelaskan, apabila delik tipikor menjadi delik tipidum, maka tidak ada lagi yang menjadi ranah KPK maupun Kejaksaan, dalam hal ini Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Ia berpendapat penempatan delik tipikor dalam RUU KUHP akan melemahkan dan mereduksi kewenangan KPK.

Terlebih lagi, menurut Indriyanto, penempatan delik tipikor dalam RUU KUHP akan mempengaruhi segala kewenangan KPK dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Sebagaimana diketahui, KPK memiliki kewenangan khusus yang diatur dalam UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK,  seperti penyadapan dan perekaman di tingkat penyelidikan.

Oleh karena itu, Indriyanto meminta pemerintah, dalam hal ini Dirjen PP Kemenkumham mendiskusikan dan membicarakan secara intensif rumusan RUU KUHP dengan para stakeholder, termasuk KPK dan Kejaksaan. Ia juga meminta permasalahan ini diselesaikan terlebih dahulu sebelum pemerintah melakukan pembahasan dengan DPR.

Andaikata pemerintah sudah terlanjur memasukan delik tipikor ke dalam RUU KUHP, Indriyanto meminta pemerintah menyiapkan pula revisi UU Tipikor. Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) antara delik tipikor yang diatur dalam RUU KUHP dan UU Tipikor. Selain itu, juga tidak akan mereduksi kewenangan KPK dan Kejaksaan.

Dirjen PP Kemenkumham Widodo Ekatjahjana yang turut hadir dalam konferensi pers menyatakan pihaknya akan melakukan diskusi intensif dengan para stakeholder. Dirjen PP bersama tim yang ditunjuk dari KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan akan mencermati RUU KUHP, sehingga akan banyak masukan yang diterima pemerintah.

"Kemungkinan perubahan dalam pembahasan sangat flexible. Setelah kami cermati, RUU KUHP itu akan kami kaji secara detil dengan KPK, Polri, dan Kejaksaan, mana yang akan mengambil kewenangan lembaga. UU KPK akan tetap kita pertahankan seperti di Pasal 781 RUU KUHP. RUU KUHP hanya mengatur norma-norma tipikor yang sifatnya umum, ujarnya.

Sementara, lanjut Widodo, Pasal 781 mengatur, hukum acara pidana yang menyimpang dari UU Hukum Acara Pidana tetap berlaku sepanjang belum diubah berdasarkan undang-undang yang mengatur masing-masing hukum acara pidana. Jadi, sepanjang kewenangan KPK tidak dicabut dalam RUU KUHP, KPK masih tetap dapat melakukan kewenangannya.

"Intinya fungsi harmonisasi, begitu rekomendasi KPK kepada Dirjen PP. Harapan kami tidak ada satu pihak mengambil kewenangan lain atau melemahkan yang lain. Jadi kami harus melakukan komunikasi insentif. Dalam pembahasan di DPR, kami ingin didampingi agar dapat menjaga gagasan yang kami perjuangkan dalam RUU KUHP," tuturnya.

Tags: