Cermati 6 Isu Ini untuk Implementasi Konsensus ASEAN
Berita

Cermati 6 Isu Ini untuk Implementasi Konsensus ASEAN

Ada usulan agar semua negara ASEAN punya UU Bantuan Hukum. Mengapa?

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Foto: www.asean.org
Foto: www.asean.org

Organisasi masyarakat sipil dari setiap negara anggota ASEAN terus mengawal promosi, perlindungan dan pemenuhan HAM di kawasan regional Asia Tenggara. Untuk isu buruh migran, perwakilan organisasi masyarakat sipil dari 10 negara anggota ASEAN mendesak kepada seluruh pimpinan negara ASEAN untuk mencermati sejumlah isu dalam mengimplementasikan ASEAN Consensus on the Promotion and Protection of the Rights of Migrant Workers atau Konsensus ASEAN.

 

Program Manajer Advokasi HAM ASEAN HRWG, Daniel Awigra, mengatakan sedikitnya ada 6 isu yang penting diperhatikan seluruh negara ASEAN. Pertama, persoalan status buruh migran apakah berdokumen lengkap atau tidak. Setiap negara ASEAN harus melindungi seluruh pekerja migran tanpa melihat status dokumennya. Masalah pekerja migran tidak berdokumen harus diselesaikan secara komprehensif mulai dari pra penempatan sampai di negara tujuan.

 

Menurut pria yang disapa Awi itu dokumen merupakan masalah administrasi, oleh karenanya tidak tepat jika pendekatan yang yang digunakan adalah pendekatan kriminal. Selama ini pendekatan kriminal kerap digunakan negara tujuan pekerja migran untuk menjerat buruh migran yang tidak berdokumen lengkap. Negara ASEAN harus membantu pekerja migran untuk mendapatkan dokumennya.

 

(Baca juga: Konsensus ASEAN Harus Jadi Rujukan Hukum Nasional)

 

Kedua, untuk meningkatkan akses pekerja migran terhadap keadilan, organisasi masyarakat sipil di ASEAN mendesak agar setiap negara ASEAN memiliki UU Bantuan Hukum. Buruh migran berhak mengakses bantuan hukum dan negara tujuan wajib menyediakannya. "Bantuan hukum itu harus memiliki kompetensi HAM dalam menangani perkara buruh migran. Pekerja migran yang menjadi korban perdagangan manusia berhak mendapat restitusi," kata Awi dalam keterangan pers, Rabu (21/2).

 

Ketiga, mengenai akses buruh migran untuk pekerjaan dan tempat tinggal yang layak. ASEAN harus memiliki standar kontrak kerja yang menyebutkan kondisi kerja, dan kehidupan yang layak bagi buruh migran. Kontrak kerja harus dibuat dalam bahasa yang mudah dimengerti buruh migran, dan dibuat rangkap 5 masing-masing untuk buruh migran, anggota keluarga, pemberi kerja, negara asal, dan tujuan.

 

Keempat, buruh migran layak mendapat jaminan sosial yang setara seperti penduduk di negara penempatan. Pemerintah di negara ASEAN wajib memberikan akta lahir bagi anak buruh migran serta akses terhadap pendidikan dan kesehatan.

 

Kelima, komitmen negara ASEAN di tingkat regional harus selaras dengan infrastruktur tingkat nasional. Misalnya, menyesuaikan regulasi nasional dengan standar internasional. Kesesuaian ini penting untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam hubungan hukum antarnegara ASEAN.

 

Keenam, masyarakat sipil mendorong ASEAN memiliki instrumen untuk monitoring di dalam ACMW untuk memastikan implementasi dan progres Konsensus ASEAN serta rencana kerjanya. "ACMW dituntut untuk membuka partisipasi masyarakat sipil untuk memberikan masukan dan ACMW juga penting untuk menerbitkan laporan publik secara berkala," tukasnya.

 

(Baca juga: ASEAN Sepakati Konsensus Perlindungan Buruh Migran)

 

Sebelumnya, Direktur Pengembangan Pasar Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Roostiawati, mengatakan substansi dalam Konsensus ASEAN mencerminkan perlindungan hukum, sosial, dan ekonomi bagi buruh migran. Menurutnya, Konsensus ASEAN mencakup empat hal penting. Pertama, definisi pekerja migran yang mengacu pada Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan dan Pemajuan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families). Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini melalui UU No. 6 Tahun 2012.

 

Kedua, definisi buruh migran tidak berdokumen lengkap (undocumented) merujuk pada orang yang masuk dan tinggal untuk bekerja di suatu negara tanpa melalui proses. administrasi keimigrasian yang berlaku. Serta pekerja migran yang awalnya berdokumen lengkap tapi berubah menjadi tidak berdokumen.

 

Ketiga hak-hak dasar pekerja migran dan anggota keluarganya. Misalnya, mendapatkan kunjungan dari anggota keluarganya, menyimpan dokumen pribadi, termasuk paspor dan dokumen izin kerja. Kemudian kesetaraan di hadapan hukum saat ditahan atau dipenjara dan  menunggu masa sidang atau saat ditahan untuk alasan lainnya.

 

Buruh migran juga berhak menyampaikan keluhan kepada pejabat terkait dan/atau bantuan dari perwakilan pemerintah di negara penempatan. Bahkan tak hanya itu. "Kebebasan bergerak atau berpindah tempat di negara penempatan," kata Roostiawati.

 

Keempat, hak-hak spesifik pekerja migran seperti akses informasi terkait pekerjaan dan kondisi kerja, memperolah kontrak kerja atau dokumen lainnya yang memiliki syarat kerja jelas. Perlakuan yang adil di tempat kerja, mendapatkan akomodasi yang layak, tunjangan dan penghasilan yang layak dan adil. Mengirimkan pendapatan dan simpanannya melalui cara pengiriman apapun sesuai aturan yang berlaku di negara penempatan.

Tags:

Berita Terkait