Covid-19 Ancam Perekonomian Nasional, Negara Tak dalam Keadaan Bahaya?
Utama

Covid-19 Ancam Perekonomian Nasional, Negara Tak dalam Keadaan Bahaya?

Sampai saat ini Pasal 12 UUD 1945 hanya diturunkan dalam Perppu Keadaan Bahaya.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 disebutnya sebagai satu-satunya penjelasan kategori ‘kegentingan yang memaksa’. Mahkamah Konstitusi tampak membedakan antara ‘kegentingan yang memaksa’ dalam pasal 22 UUD 1945 dengan ‘keadaan bahaya’ dalam  Pasal 12 UUD 1945.

“Mengaktifkan ‘keadaan bahaya’ dalam Pasal 12 UUD 1945 artinya Presiden jadi memiliki kekuasaan luar biasa. Boleh menyimpangi tatanan hukum yang normal,” kata Fitra. Bisa dikatakan serta merta berlaku rezim hukum darurat menggantikan rezim hukum normal.

(Baca juga: Tafsir ‘Kegentingan yang Memaksa’ Masih Bisa Berubah).

Cara mengaktifkan keadaan tersebut saat ini dikunci dalam Perppu No. 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan Undang-undang No.74 Tahun 1957 (Lembaran Negara No. 160 Tahun 1957) dan Penetapan Keadaan Bahaya (Perppu Keadaan Bahaya). Hanya status darurat dalam Perppu ini yang mengaktifkan rezim hukum darurat.

Level darurat selain dalam Perppu itu harus tetap tunduk pada prosedur hukum secara normal. Artinya, negara masih belum dikatakan dalam keadaan bahaya sesuai UUD Negara Republik Indonesia 1945.

Integrasi Kriteria ‘Keadaan Bahaya’

Sudut pandang itu dinilai bermasalah oleh Charles Simabura, dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas. Ia menilai perkembangan substansi ‘keadaan bahaya’ sudah terwujud dalam berbagai regulasi baru.

Misalnya UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU Penanggulangan Bencana) dan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Karantina Kesehatan). Bahkan Charles juga melihat ada substansi ‘keadaan bahaya’  dalam Perppu terbaru tentang stabilitas sistem keuangan untuk menangani Covid-19. “Di era Presiden SBY pernah ada Perppu serupa menghadapi krisis keuangan tahun 2008 meskipun akhirnya ditolak parlemen,” katanya.

Kala itu Presiden SBY menerbitkan Perppu No.4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Bagian menimbang jelas-jelas menyebut Perppu itu sebagai upaya menghadapi ancaman krisis keuangan yang berpotensi membahayakan stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional. Hanya saja pada bagian mengingat ternyata hanya merujuk dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 soal ‘kegentingan yang memaksa’.

Tags:

Berita Terkait