​​​​​​​Covid-19 dan Hukum
Tajuk

​​​​​​​Covid-19 dan Hukum

​​​​​​​Virus kecil yang tidak terlihat mata telanjang ini masuk mencampuri urusan setiap unsur dalam struktur kenegaraan, perusahaan dan pribadi banyak pihak.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Hakim Indonesia, walaupun lebih condong kepada sistem hukum code civil, agaknya perlu memperhatikan lebih teliti sebelum memutuskan apakah Covid-19 bisa dijadikan sebagai kondisi force majeure yang bisa melepaskan seseorang dari kewajiban kontraktualnya. Pertama, apakah kontrak yang dipermasalahkan tunduk pada hukum Indonesia atau hukum asing, yang menjadikan penafsiran atas kontrak menjadi bisa berbeda. Kedua, apakah kontrak tersebut mengatur mengenai keadan memaksa (force majeure), lebih khusus lagi apakah bahwa pandemi suatu penyakit merupakan salah satu dari yang masuk dalam pengertian keadaan memaksa. Ketiga apakah kontrak tersebut memuat adanya suatu kewajiban mkinimum atau maksimum dari pelanggar kewajiban, walaupun sebagai akibat dari kondisi force majeure, misalnya membayar tidak lebih atau tidak kurang dari x rupiah.  Keempat, apakah sebagai akibat dari tidak dipenuhinya kewajiban tersebut kontrak mengatur bahwa pelanggar atau pihak yang dilanggar kewajibannya karena kondisi force majeure berhak untuk memutuskan kontrak dengan seketika, dan jika dibolehkan apa akibat dari pemutusan tersebut.

 

Tentu Hakim harus selalu memperhatikan unsur keadilan. Hanya apakah pandemi Covid-19 yang mungkin bisa dianggap sebagai kejadian force majeure, sehingga suatu pihak dalam kontrak bisa mengelak untuk memenuhi kewajibannya, juga adil untuk pihak yang seharusnya menerima pelaksanaan kewajiban tersebut. Pihak yang seharusnya menerima pemenuhan kewaiban juga korban pandemi ini, mereka juga menderita karenanya. Mereka bisa bank, bisa manufaktur, bisa usaha jasa yang juga membutuhkan bantuan.

 

Demikianlah, ternyata virus kecil yang tidak terlihat mata telanjang ini masuk mencampuri urusan setiap unsur dalam struktur kenegaraan, perusahaan dan pribadi banyak pihak, dan mengacau sedemikian rupa sehingga merepotkan banyak pihak. Dalam masa-masa mendatang ini kita diminta untuk lebih melakukan introspeksi diri untuk memikirkan banyak hal yang sebelumnya belum pernah kita pikirkan. Dunia hukum juga harus bersiap diri, karena cara kerja, sumber pekerjaan hukum, kebijakan publik, organisasi pemerintahan dan korporasi, pengaturan transaksi, dan penyelesiaan sengketa juga akan memasuki suatu normal baru. Normal yang harus kita hadapi dengan penuh kepercayaan diri, iktikad menjadi lebih baik, dengan mempertahankan etika dan tata kelola yang lebih baik.  

 

ats, sentul, awal mei 2020

Tags:

Berita Terkait