Dampak Covid-19 Bisa Picu PHK, Menaker: Kedepankan Dialog Sosial
Berita

Dampak Covid-19 Bisa Picu PHK, Menaker: Kedepankan Dialog Sosial

Industri pariwisata paling terdampak Covid-19, Menteri Ketenagakerjaan mengimbau untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mencari solusi terbaik.

Adi Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Meluasnya Pandemi Covid-19 yang terjadi secara global terutama di Indonesia tidak hanya mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat, tapi juga berdampak sosial dan ekonomi. Pemerintah telah berupaya menerbitkan berbagai kebijakan menangani pandemi Covid-19 melalui stimulus ekonomi yang tujuannya antara lain untuk mendukung kegiatan industri.

 

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan pemerintah menyadari industri pariwisata paling terpukul akibat penyebaran pandemi Covid-19 yang semakin hari semakin meluas. Guna mengatasi persoalan yang bakal muncul, Ida mengajak serikat buruh dan pengusaha di sektor pariwisata untuk mengedepankan dialog sosial dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19 ini.

 

Secara khusus, Ida mengaku telah berkoordinasi dengan 12 dinas tenaga kerja provinsi untuk mengidentifikasi dampak pandemi Covid-19 di bidang ketenagakerjaan. Untuk itu, Ida mengajak serikat buruh membantu untuk mengidentifikasi para pekerja yang membutuhkan program Kementerian Ketenagakerjaan. Data dan informasi ini dibutuhkan agar cepat dicarikan solusinya melalui program kerja pemerintah.

 

"Yang dibutuhkan adalah kerja sama yang mengedepankan dialog sosial untuk mencari solusi terbaik dan menghindari PHK. Situasi wabah Covid-19 saat ini tidak dikehendaki oleh siapapun. Ini bukan hanya masalah pekerja, pengusaha, dan pemerintah," kata Menaker Ida Fauziyah dalam keterangannya, Senin (23/3/2020). Baca Juga: Dampak Covid-19, Legislator Ini Minta Pengusaha Tidak PHK Pekerja

 

Ida menjelaskan selain mendukung kebijakan moneter dan fiskal yang diluncurkan Presiden Joko Widodo, Kementerian Ketenagakerjaan saat ini menyisir anggaran untuk dialihkan ke program yang dapat dimanfaatkan untuk menghadapi pandemi Covid-19 ini. Program yang dapat dialihkan antara lain pelatihan di balai latihan kerja (BLK), kartu prakerja, insentif, padat karya, tenaga kerja mandiri, teknologi tepat guna, dan vokasi.

 

Kementerian Ketenagakerjaan pun telah menjalin komunikasi dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk meminta program pelatihan vokasi segera digulirkan. Termasuk meningkatkan plafon insentif bagi peserta pelatihan atau menyesuaikan kebutuhan sebagaimana kartu prakerja.

 

Direktur Jenderal Perselisihan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang mengajak serikat buruh mengedepankan dialog sosial. Pemerintah paham situasi dalam menghadapi pandemi Covid-19 dimana pengusaha dan pekerja terdampak baik dalam hal kelangsungan usaha dan hak-hak pekerja. Persoalan ini diharapkan dapat selesai lewat dialog antara kedua belah pihak.

 

"Karena itu, kedepankan dialog, sama-sama terbuka dan memahami situasi. Kiranya berakhir di keduanya, yakni pengusaha dan pekerja. Semoga dengan kesepakatan ini sama-sama memahami. Tentu keterbukaan yang utama," pinta Haiyani.

 

Bukan hanya pariwisata

Sekjen OPSI Timboel Siregar melihat akibat pandemi Covid-19 pekerja di sektor pariwisata terancam kehilangan pekerjaan dan akan menghadapi persoalan kemampuan daya beli untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sektor industri lain, menurut Timboel juga terancam dan dampaknya mulai dirasakan, misalnya sudah ada buruh yang “dirumahkan”, tapi bukan dalam rangka work from home (WFH) atau kerja di rumah.

 

“Buruh yang menjalani WFH upahnya dibayar penuh, tapi mereka yang ‘dirumahkan’ dengan alasan produksi menurun atau kondisi ekonomi tidak baik kerap menyebabkan pekerja hanya mendapat upah dalam presentase tertentu atau malah tidak mendapat upah,” kata Timboel ketika dihubungi, Selasa (24/3/2020).

 

Bekerja dalam situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini, kata Timboel memang berbahaya bagi kesehatan pekerja. Tapi, tidak semua jenis pekerjaan dapat dilakukan dari rumah (WFH), misalnya sektor padat karya. Hal serupa juga dihadapi pekerja sektor informal karena mereka harus menghadapi langsung konsumennya. Pendapatan pekerja sektor informal juga berpotensi turun akibat pandemi Covid-19.

 

Upaya yang ditawarkan Kementerian Ketenagakerjaan, menurut Timboel sudah baik dan harus didukung seluruh pemangku kepentingan bidang hubungan industrial. “Tapi, harus ada tindakan cepat dan sistemik untuk menjawab masalah-masalah yang muncul dan mengatisipasi masalah baru yang akan muncul,” sarannya.

 

Untuk jangka pendek, Timboel mengusulkan Kementerian Ketenagakerjaan menyediakan alat pelindung diri bagi buruh yang tidak bisa kerja di rmh untuk menghadapi Covid-19. Kementerian Ketenagakerjaan dapat menjalin kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan dan bisa mengoptimalkan dana manfaat layanan tambahan (MLT) program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) untuk menyediakan alat pelindung diri bagi pekerja.

 

Pemerintah juga bisa menggulirkan bantuan langsung tunai bagi pekerja baik berstatus formal, informal, dan harian lepas yang mengalami PHK atau mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Bisa juga pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk subsidi pangan. “Hal ini harus melibatkan pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran perjalanan dinas, rapat, ataupun kegiatan yang melibatkan orang banyak untuk dialihkan kepada subsidi buruh yang mengalami masalah ekonomi,” pintanya.

Tags:

Berita Terkait