Dapatkah China Digugat Karena Lalai dalam Mencegah Penyebaran Covid-19?
Kolom

Dapatkah China Digugat Karena Lalai dalam Mencegah Penyebaran Covid-19?

Bukanlah suatu perkara yang mudah dan sederhana dapat menggugat pemerintah China karena hal ini menyangkut prinsip-prinsip hukum Internasional.

Bacaan 2 Menit

 

Meskipun begitu pemerintah China juga bukan berarti memiliki impunitas terhadap serangkaian kesalahan yang diperbuatnya. Jika penggugat dapat memberi suatu dasar hukum dimana pemerintah China memiliki tanggung jawab di dalamnya sesuai hukum internasional, maka pemerintah China dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan pengadilan atau arbitrase Internasional. Pasalnya hingga sekarang belum terdapat suatu titik terang mengenai hukum internasional apa yang dapat dijadikan dasar untuk menagih tanggung jawab pemerintah China, adapun objek yang digunakan dalam gugatan adalah perbuatan pemerintah China yang dinilai merupakan suatu perbuatan internationally wrongful act atau suatu perbuatan yang dilakukan oleh suatu negara di mana perbuatan tersebut dinilai melanggar kewajiban hukum internasional baik yang timbul dari perjanjian maupun hukum kebiasaan internasional yang bersifat erga omnes.

 

Objek Gugatan International Wrongful Act Tanpa Dasar Hukum

Objek yang menjadi gugatan kepada pemerintah China adalah berupa kelalaian pemerintah China dalam penanganan Covid-19 dapat disebut sebagai suatu internationally wrongful acts yang tercantum di dalam Draft Article of State for Internationally Wrongful Act. Di dalam artikel 1 disebutkan bahwa setiap internationally wrongful act yang dilakukan oleh suatu negara dapat mengakibatkan negara tersebut untuk bertanggung jawab secara internasional. Berikutnya Artikel 2 menjelaskan bahwa untuk dapat dianggap sebagai suatu Internationally wrongful act, perbuatan tersebut harus memenuhi dua unsur yaitu perbuatan tersebut bersifat attributable yang berarti perbuatan tersebut dapat dianggap berasal atau disebabkan oleh suatu negara, dan kedua perbuatan tersebut harus merupakan perbuatan yang melanggar kewajiban internasional suatu negara yang dapat berasal dari kebiasaan internasional dan hukum internasional berupa perjanjian, kontrak, konvensi atau traktat. Perbuatan yang dapat diatribusikan kepada negara antara lain adalah perbuatan suatu organ negara, perbuatan personil atau badan yang menjalankan kewenangan otoritas negara, hingga suatu perbuatan yang dilakukan pihak ketiga di bawah kontrol negara.

 

International wrongful act kemudian dapat menjadi dasar gugatan baik tort antara perseorangan, badan privat kepada negara berdaulat yang bertindak sebagai entitas perdata jure gestionis  atau gugatan negara melawan negara dalam fungsinya sebagai organisasi kekuasaan atau jure imperii. Namun objek gugatan yang dilayangkan oleh warga Amerika Serikat, Italia, Israel dan India tersebut absurd karena tidak mencantumkan dasar hukum berupa hukum internasional maupun kebiasaan internasional yang mengikat pemerintah China. Gugatan yang hanya didasari oleh hukum tort Amerika Serikat dan gugatan kepada ICC tersebut akan dapat ditangkis dengan mudah oleh pemerintah China dengan dasar bahwa China sebagai negara berdaulat memiliki imunitas yurisdiksi dan berlaku doktrin komunitas sehingga tidak dapat menjadi subjek gugatan di pengadilan asing. Selain itu terkait ICC, China dan India sendiri negara asal penggugat dan tergugat bukan merupakan anggota yang menyepakati dan meratifikasi ketentuan Statuta Roma, yang mengakibatkan ICC tidak memiliki yurisdiksi terhadap China. 

 

International Health Regulation 2005

Salah satu dasar hukum yang dapat digunakan untuk menggugat pemerintah China untuk bertanggung jawab atas perbuatannya yang menutup-nutupi informasi dan data terkait epidemi Covid-19, terdapat di dalam Artikel 6 International Health Regulation 2005 atau IHR 2005. IHR 2005 merupakan sebuah instrumen hukum yang mengatur serta mengkoordinasi upaya pencegahan wabah penyakit menular dalam skala Internasional. Kesepakatan ini berisi mengenai komitmen dan alur koordinasi antar negara anggota IHR 2005 dan organisasi World Health Organization dalam mencegah terjadinya pandemi penyakit menular termasuk Covid-19 yang dapat menyebar dan membahayakan komunitas internasional.

 

Salah satu mekanisme pencegahan yang diatur di dalam IHR 2005 adalah mekanisme notifikasi atau pelaporan yang dilakukan oleh negara anggota kepada WHO terhadap suatu keadaan kesehatan masyarakat yang dinilai dapat berpotensi menjadi pandemi internasional sesuai pedoman teknis yang tercantum di annex 2 IHR 2005. Covid-19 sebagai bagian dari suatu tipe Severe acute respiratory Syndrome atau SARS merupakan suatu kejadian kesehatan yang wajib dilaporkan segera kepada WHO atas dasar ketentuan artikel 6 paragraf 1.

 

Selanjutnya artikel 6 paragraf 2 memberi kewajiban bagi negara anggota yang telah melakukan notifikasi atau pelaporan terkait kondisi kesehatan yang ditemukan tersebut untuk selalu menjalin komunikasi secara rutin, akurat dan cukup detail mengenai informasi terhadap kondisi kesehatan masyarakat termasuk perkembangan penyakit kepada WHO. Jika mungkin data tersebut antara lain mencakup definisi kasus, hasil laboratorium, sumber dan tipe penyakit, faktor resiko penyebaran, jumlah kasus termasuk korban jiwa dan upaya penanganan kesehatan yang telah dilakukan.

 

Sebagai negara anggota IHR 2005 seharusnya pemerintah China melakukan pelaporan tersebut secara terbuka, rutin dan jelas kepada WHO guna penyusunan langkah-langkah pencegahan global yang dilakukan, melalui rekomendasi aksi yang dikeluarkan oleh WHO. Namun pada kenyataanya pemerintah China cenderung memilih menutup-nutupi kasus Covid-19 di negaranya sehingga wabah ini penyebarannya tidak terbendung dan menjadi pandemi global.

Tags:

Berita Terkait