Dapatkah Perusahaan Asuransi Dipailitkan?
Kolom

Dapatkah Perusahaan Asuransi Dipailitkan?

Asuransi ataupun pertanggungan adalah perjanjian atau kontrak antara para pihak yang sepakat. Salah satu pihak bertindak sebagai penanggung dan pihak lain bertindak sebagai tertanggung. Maka dalam hal perjanjian secara umum, berlakulah ketentuan-ketentuan tentang hukum perjanjian yang terdapat dalam buku III KUH Perdata, selain ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik tentang perjanjian asuransi itu sendiri dalam Buku I Bab IX KUHD.

Bacaan 2 Menit

Wan prestasi

Berdasarkan pada pengertian utang-piutang yang luas, segala bentuk wan prestasi (breach of contract) terhadap suatu kontrak, akan segera mendudukkan pihak yang dirugikan oleh akibat wan prestasi tersebut sebagai kreditur dan pihak yang dirugikan sebagai debitur.

Artinya, dalam pengertian perjanjian pertanggungan, apabila si penanggung tidak memenuhi kewajibannya, ketika syarat yang disepakati dalam perjanjian asuransi tersebut telah terjadi, maka fakta hukum ini akan segera mendudukkan si tertanggung sebagai kreditur dan si asuransi (penanggung) sebagai debitur. Oleh karena itu secara teori, kreditur tersebut dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit atas perusahaan asuransi yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagai penanggung tersebut untuk dipailitkan ke Pengadilan Niaga.

Adanya kata kunci "wan prestasi" harus dihubungkan dengan kekhususan pada Pasal 6 ayat 3 UUK yang menyatakan bahwa proses pembuktian adanya utang seperti yang disyaratkan pasal 1 ayat 1 UUK tersebut haruslah dilakukan secara sederhana (sumir).

Itu berarti bahwa tidak semua bentuk ketidakmauan ataupun ketidaksetujuan dari perusahaan asuransi untuk mengganti rugi si tertanggung atas peristiwa atau kerugian yang telah dipertanggungkan dapat segera dikategorikan pada kriteria wan prestasi yang segera dapat dibawa ke Pengadilan Niaga. Artinya, haruslah terlebih dahulu dibuktikan apakah tidak dibayarnya klaim asuransi tersebut karena pihak asuransi melalaikan kewajibannya atau karena kesalahan yang berasal dari si tertanggung itu sendiri.

Misalnya, si tertanggung melaporkan nilai yang tidak sebenarnya dari benda yang diasuransikan, atau si tertanggung sengaja membakar objek yang diasuransikan terhadap resiko kebakaran, ataupun pihak asuransi tersebut tidak dapat segera melakukan pembayaran sampai investigasi yang dilakukan untuk meneliti kebenaran dan jumlah kerugian yang diderita tertanggung selesai. Hal tersebut tentunya memerlukan pembuktian untuk melihat siapa dari kedua pihak yang sebenarnya wan prestasi.

Bila proses pembuktian atas dugaan wan prestasi tersebut rumit, maka kasus tersebut harus terlebih dahulu diselesaikan di pengadilan biasa. Pasalnya, pengadilan niaga tidak berwenang untuk memeriksa dan memutuskan hal tersebut. Setelah itu, baru putusannya dipakai untuk mempailitkan pihak yang dinyatakan pengadilan wan prestasi tersebut apabila pihak yang bersalah tersebut tidak mau membayar ganti rugi plus bunga seperti yang telah diputuskan oleh pengadilan.

Apabila tindakan ingkar janji dari pihak asuransi tersebut dapat secara mudah atau secara sederhana dibuktikan, maka hal inilah yang dapat menjadi dasar permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi tersebut di Pengadilan Niaga menurut pasal 6 ayat 3 UUK tersebut.

Misalnya perusahaan asuransi tersebut tidak mampu mengganti rugi kerugian yang diderita oleh si tertanggung. Padahal telah di-cover dalam perjanjian asuransi tersebut, baik itu karena perusahaan asuransi tersebut tidak mereasuransikan resiko yang terlalu besar yang telah ditutupnya dengan si tertanggung, ataupun diakibatkan terlambatnya pihak asuransi mereasuransikan asuransi tersebut, ataupun perusahaan asuransi memang ingin lari dari kewajibannya.

Perusahaan asuransi tidak kebal pailit

Secara teori, hadirnya pasal 20 UU. no. 2 tahun 1992 tidak mempunyai pengertian bahwa perusahaan asuransi dikecualikan terhadap keberlakuan dari UUK. Pasal tersebut hanya menggambarkan tentang kewenangan dari Menteri Keuangan untuk mengambil tindakan terhadap perusahaan asuransi yang telah dicabut izin usahanya, demi kepentingan umum, ataupun nasabah-nasabah dari asuransi tersebut.

Malah dengan tegas dalam ayat 1 dari pasal 20 tersebut dimulai dengan kalimat: "Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam UUKepailitan,..." Artinya, tindakan menteri tersebut tidak bertentangan dengan UUK sepanjang tidak ada pihak yang memohonkan pailit terhadap badan hukum yang telah dicabut izin usahanya pada saat permohonan Menteri Keuangan itu diajukan.

Tags: