Deforestasi, Ancaman Nyata Keberlanjutan Pengelolaan Hutan
Berita

Deforestasi, Ancaman Nyata Keberlanjutan Pengelolaan Hutan

Setiap jam, diperkirakan hutan alam di Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Maluku Utara hilang 42 kali lapangan sepak bola.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Diskusi tentang deforestasi dan SVLK di Jakarta, Rabu (28/2)
Diskusi tentang deforestasi dan SVLK di Jakarta, Rabu (28/2)

Sejumlah lembaga masyarakat sipil yang mengadvokasi kelestarian hutan mengkhawatirkan deforestasi dan konflik sosial yan masih terjadi. Deforestasi secara serius telah mengancam kelestarian hutan alam di banyak daerah di Indonesia. Mereka meminta Pemerintah memperkuat sistem keberlanjutan pengelolaan hutan.

Agung Ady Setyawan, pengkampanye Forest Watch Indonesia (FWI) mengungkapkan deforestasi saat ini sudah mulai menyasar wilayah-wilayah yang memiliki hutan alam yang baik, khususnya wilayah timur Indonesia. FWI termasuk lembaga yang mengkhawatirkan dampak ekologis dan sosial deforestasi itu. Kini, hampir separuh dari 11,2 juta hektare (ha) daratan Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Maluku Utara sudah dikuasai korporasi pemegang izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Tinggal 812 ribu ha yang dialokasikan untuk masyarakat dalam bentuk perhutanan sosial.

Dalam catatan FWI, pada periode 2013-2016 hutan alam di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara hilang seluas 718 ribu ha. Dari total 718 ribu ha deforestasi yang terjadi di tiga provinsi itu, seluas 517 ha terjadi di areal yang telah dibebani izin pengelolaan. Penyumbang terbesar deforestasi, menurut FWI, terjadi di areal HPH (83,8 ribu ha), disusul pertambangan (83,3 ha), perkebunan kelapa sawit (76 ribu ha), dan HTI (73 ribu ha). Selain itu, ada sekitar 235 ribu ha deforestasi terjadi di areal yang izinnya tumpang tindih.

Kecenderungan deforestasi ke wilayah timur Indonesia kian mengkhawatirkan. Bayangkan, kehilangan 718 ha hutan alam di tiga provinsi tadi sama saja 42 kali luas lapangan sepak bola. “Ini menjadi peringatan bagi kita bahwa sisa hutan alam yang banyak terdapat di wilayah timur Indonesia amat terancam keberadaannya,” ujar Agung Ady.

(Baca juga: Mencium Bahaya Deforestasi dan Bencana Ekologis di Inpres Moratorium dan Permen LHK).

Kekhawatiran bukan hanya pada deforestasi, tetapi juga potensi konflik sosial. Delima Silalahi menunjuk contoh penebangan hutan di wilaha konsesi suatu perusahaan di Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Wilayah konsesi perusahaan diduga tumpang tindih dengan hutan masyarakat, khususnya pengelola kemenyan. “Walaupun mendapat penolakan dari masyarakat adat di lokasi tersebut, perusahaan masih saja berupaya memasuki wilayah adat mereka,” ujar Delima, seperti terangkum dalam pernyataan resmi lembaga masyarakat sipil pengadvokasi lingkungan hidup.

Mereka menyampaikan pernyataan sikap bersamaan dengan peluncuran buku ‘Deforestasi Tanpa Henti’ dan ‘SVLK: Proses Menuju Tata Kelola Bertanggung Jawab’, di Jakarta, Rabu (28/2).

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur, Fathur Roziqin, juga menunjuk konflik tenurial yang masih terjadi di wilayah pemantauan Walhi seperti di Desa Lebak Cilong. Lahan yang sudah turun temurun dimiliki masyarakat kini menjadi wilayah konsesi sebuah perusahaan.

Tags:

Berita Terkait