Dekan FHUI: 2024 Abad Kedua Pendidikan Hukum, Kita Harus Mandiri!
Terbaru

Dekan FHUI: 2024 Abad Kedua Pendidikan Hukum, Kita Harus Mandiri!

RUU KUHPerdata, HIR, dan aturan lainnya harus didorong untuk disahkan. Indonesia perlu berfokus pada hukum Indonesia tanpa referring terhadap teori dan praktik dari hukum Belanda. Rujukannya dapat melihat negara-negara lain.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Dekan FHUI Dr. Parulian Paidi Aritonang (kanan) saat berbincang dengan Tim Hukumonline di Kampus FHUI, Depok, Senin (10/7/2023).
Dekan FHUI Dr. Parulian Paidi Aritonang (kanan) saat berbincang dengan Tim Hukumonline di Kampus FHUI, Depok, Senin (10/7/2023).

Saat audiensi Tim Hukumonline ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), selain penyerahan borang dan prototype Top Indonesian Law School Profiles 2023 kepada Dekan FHUI, juga diselingi diskusi. Salah satu isu yang diangkat mengenai pesatnya pertumbuhan dunia pendidikan hukum.

“Sekarang saya meneruskan, namun bukan sebagai Ketua (di Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri/BKSPTN) tapi sebagai pengurus inti. Bertiga UI, UGM, dan UNAIR ini dream team disatukan BKS. Kita bertiga ingin membuat wajah baru terhadap dunia pendidikan hukum,” ungkap Dekan FHUI Dr. Parulian Paidi Aritonang saat berbincang dengan Tim Hukumonline di Kampus FHUI, Depok, Senin (10/7/2023).

Baca Juga:

Seperti diketahui, pendidikan hukum berkembang cepat. Belum lagi dengan pesatnya perubahan teknologi yang kian canggih, sehingga pendidikan hukum pun harus dapat bergerak cepat. “Pendidikan hukum ini tahun depan sudah abad kedua. Kemarin kita kepikiran sudah menegaskan bahwa kita ‘putus’ dengan Belanda dalam artian kita tidak mau lagi (hukum) Belanda (jadi rujukan),” kata dia.

Menurut Parulian, sudah saatnya Indonesia fokus pada hukum Indonesia tanpa perlu referring terhadap teori dan praktik hukum Belanda. Dari pengamatannya masih dijumpai banyak praktisi yang terlalu mengacu pada praktik hukum di Belanda. Padahal, lahirnya KUHP baru sudah menjadi langkah awal untuk mewujudkan itu (produk asli hukum Indonesia).

“Kita harus mandiri. Di abad kedua itu Indonesia sudah memutus (tidak menjadikan Belanda menjadi rujukan), dan beberapa universitas di Belanda pun sudah gak mau. ‘Jangan, kami tidak mau jadi referensi’. Jadi abad kedua kita sudah harus bisa mandiri. Referensi bisa (dari negara-negara lain di) Eropa, Asia, dan juga Amerika. Tidak hanya Belanda. Itu yang perlu kita coba bangun.”

Ia berharap pemikiran seperti ini dapat menjadi inspirasi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) se-Indonesia. “Tahun depan itu bukan hanya momentum Pemilu (Pemilihan Umum), tahun depan itu juga momentum abad kedua pendidikan hukum. Jadi harus di-branding. Basis reference ke Belanda itu harus putus, kita (mulai galakan) reference ke mana-mana,” tegas Parulian.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait