Demi Pengawasan, Hatta Ali Tak Gentar Gertakan Preman
LIPUTAN KHUSUS

Demi Pengawasan, Hatta Ali Tak Gentar Gertakan Preman

Pengalaman sebagai pengawas di Inspektorat Jenderal Departemen Kehakiman dan terlibat Operasi Tertib (Opstib) jadi bekal pengawasan Hatta Ali di MA.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
“kami akan sulit menemukan fakta yang sebenarnya jika terlebih dulu meminta keterangan terlapor,” ujar Hatta. Selama bertugas melakukan pengawasan di Irjen Departemen Kehakiman hal tersebut sudah menjadi prosedur tetap (protap). Pengawas yang melakukan investigasi tidak mungkin mendatangi duluan terlapor. Kadang itu dilakukan setelah beberapa hari mencari informasi lain tanpa sepengetahuan pihak pengadilan yang ditarget.
Pada tahun yang sama, sewaktu di Irjen Departemen Kehakiman, Hatta mendapat informasi ada pungutan liar (pungli) dalam proses pengurusan kewarganegaraan di Surabaya. Ketika itu Departemen Kehakiman dipimpin Mudjono, pemerintah sedang menggencarkan Operasi Tertib (Opstib), salah satu sasarannya memberantas pungli.
Guna mencari tahu adanya pungli dalam proses pelayanan publik itu, Hatta menyamar sebagai warga yang mau mengurus kewarganegaraan. Berhasil mengantongi 10 nama orang yang sudah mengurus kewarganegaraan, Hatta melakukan wawancara. Hasilnya digunakan sebagai bahan untuk memeriksa petugas yang dicurigai melakukan pungli.
Demi menjalankan tugas pengawasan, Hatta pernah merogoh kocek sendiri untuk membayar ongkos taksi seorang pelapor yang diperiksa. Kejadian itu berlangsung di Papua, dalam laporan yang diterima ada nomor telepon pelapor. Untuk menggali informasi lebih dalam Hatta dan timnya sepakat untuk memanggil pelapor ke hotel tempat tim menginap. (Baca juga: Cerita Strategi ’Makelar Mobil’ Memergoki Hakim Nakal)
Kebetulan, jarak hotel dengan lokasi pelapor sangat jauh. Pelapor menuju hotel menggunakan taksi. Walau proses pemeriksaan belum dimulai, sesampainya di hotel pelapor langsung menagih ongkos taksi yang belum dibayar. Selesai pemeriksaan, pelapor lagi-lagi minta ongkos taksi untuk pulang. “Sampai di hotel dia langsung klaim, bos, taksi belum dibayar,” kata Hatta mengisahkan peristiwa itu.
Salah satu tantangan yang dihadapi pengawas ketika itu minimnya perbekalan. Untuk membayar ongkos taksi pelapor yang diperiksa itu Hatta dan rekan-rekannya satu tim harus patungan. “Ini habis ongkos saya bertugas satu minggu hanya untuk bayar ongkos taksi,” ceritanya.
Tugas pengawasan bisa dibilang beresiko. Bisa jadi pihak yang diperiksa melakukan perlawanan. Hatta pernah mengalami itu saat bertugas di Irjen Departemen Kehakiman. Kejadiannya seputar 1980, Hatta ditugaskan memeriksa wakil ketua pengadilan di daerah Sulawesi Selatan yang terindikasi melakukan praktik rentenir.
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait