Dewas KPK Putuskan Dua Penyidik Langgar Kode Etik Terkait Kasus Bansos
Utama

Dewas KPK Putuskan Dua Penyidik Langgar Kode Etik Terkait Kasus Bansos

Keduanya dinilai terbukti melakukan perundungan atau pelecehan kepada saksi Agutri Yogasmara alias Yogas yang merupakan saksi dalam kasus dugaan penerimaan suap kepada mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dari perusahaan penyedia bansos Covid-19.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit

Dalam sidang pemeriksaan, menurut majelis etik, terperiksa 1 yaitu penyidik Mochamad Praswad Nugraha menyatakan menyadari yang dilakukan pada waktu penggeledahan dan pemeriksaan terhadap Agutri Yogasmara merupakan sikap yang kurang pantas.

"Dalam hal ini terperiksa 1 memohon maaf dan akan menjadi koreksi ke depan. Terperiksa 1 juga memahami kedudukan saksi dalam pemeriksaan mempunyai hak untuk tidak mengaku, namun keterangan saksi Agustri Yogasmara dibutuhkan karena dalam penyidikan bansos yang melibatkan Ihsan Yunus dan Iman Ikram masih terputus," ungkap Syamsuddin.

Majelis etik menilai kata-kata yang diucapkan terperiksa 1 yang ditujukan kepada Agustri Yogasmara termasuk kata-kata kotor yang tidak seharusnya diucapkan oleh insan KPK sehingga Praswad sudah melewati batasan yang dipahami-nya.

"Terperiksa II di persidangan mengatakan memang duduk di rumah Agutris Yogasmara sambil mengangkat kaki, namun dilakukan bukan karena tidak menghargai atau melecehkan saksi dalam hal ini terperiksa memohon maaf dan menjadi pelajaran untuk ke depannya," tambah Syamsuddin.

"Para terperiksa pada waktu proses penggeledahan dan melakukan pemeriksaan di gedung KPK telah mengucap kata-kata dan menunjukkan bahasa tubuh tidak pantas dan termasuk perbuatan yang tercela sehingga menurut pendapat majelis para terperiksa telah melakukan perundungan dan pelecehan terhadap saksi di luar dan dalam lingkungan kerja sehingga dugaan pelanggaran kode etik pasal 6 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK No 2 tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK terpenuhi," papar Syamsuddin.

Albertina Ho menambahkan putusan sanksi terhadap penyidik KPK tersebut sudah mempertimbangkan semua aspek hukum. Dia juga membandingkan dengan putusan Ketua KPK, Firli Bahuri yang mendapatkan sanksi ringan atas penggunaan helikopter.

“Kenapa ini hukumannya sedang, sedangkan Ketua (Firli) hukumannya ringan. Teman-teman media bisa baca nanti atau mungkin sudah dengar pertimbangan majelis. Setiap putusan ada pertimbangan putusannya kenapa ini sedang dan itu ringan. Etik ini ilmu sosial bukan seperti matematika, semua ada pertimbangan hukumnya,” jelas Albertina.

Tags:

Berita Terkait