Dianggap Terobosan, UU Cipta Kerja untuk Benahi Ekosistem Investasi
Utama

Dianggap Terobosan, UU Cipta Kerja untuk Benahi Ekosistem Investasi

Investasi diperlukan tak sekedar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi juga membuka lapangan kerja yang jumlahnya makin bertambah setiap tahun. Klaster ketenagakerjaan merupakan jantungnya UU Cipta Kerja.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Narasumber dalam diskusi bertema 'Indonesia Moving Forward: Investor and Employer Protection Under Law No. 6 of 2023 on Ratification of Job Creation Regulation', Jumat (25/8/2023). Foto: ADY
Narasumber dalam diskusi bertema 'Indonesia Moving Forward: Investor and Employer Protection Under Law No. 6 of 2023 on Ratification of Job Creation Regulation', Jumat (25/8/2023). Foto: ADY

Tujuan pemerintah menerbitkan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kemudian menjadi UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk meningkatkan investasi. Tapi nasib UU 6/2023 sama seperti pendahulunya yakni UU 11/2020 yang harus melewati proses pengujian secara formil dan materil di Mahkamah Konstitusi (MK).

Guru Besar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Prof Nindyo Pramono mengatakan sebelum UU 11/2020 terbit, kalangan investor sudah banyak mengeluhkan banyak hal, antara lain soal perizinan yang rumit dan berbelit-belit. Perizinan yang rumit menurut Prof Nindyo secara ekonomi berarti masuk kategori ongkos yang tinggi bagi investasi.

Kondisi itu membuat investor lebih memilih negara jiran ketimbang Indonesia. Mengingat butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengubah berbagai UU dan peraturan perundang-undangan yang dinilai menghambat investasi, pemerintah berinisiasi melakukannya melalui metode omnibus law. Setidaknya ada 79 UU yang direvisi melalui UU 11/2020 kala itu.

“Kita sudah jauh ketinggalan, UU Cipta Kerja mau melakukan terobosan,” kata Prof Nindyo dalam diskusi bertema "Indonesia Moving Forward: Investor and Employer Protection Under Law No. 6 of 2023 on Ratification of Job Creation Regulation, Jumat (25/8/2023).

Baca Juga:

Prof Nindyo menjelaskan suatu negara yang memiliki diplomasi yang baik akan mudah menarik investor untuk berinvestasi. Hal utama yang dibutuhkan investor yakni peraturan yang konsisten dan berkepastian hukum dalam jangka panjang. Misalnya, investor mendapat konsesi perkebunan sawit 30 tahun, sementara untuk balik modal investor butuh waktu 20 tahun dengan catatan situasi berjalan baik sesuai rencana.

Secara bersih investor hanya mendapat keuntungan selama 10 tahun dari sisa konsesi. Sementara negara lain memberikan penawaran yang lebih baik kepada investor, misalnya masa konsesi lebih dari 50 tahun. Soal Perppu 2/2022 yang kemudian ditetapkan menjadi UU 6/2023 menurut Prof Nindyo, faktanya memang ada situasi ekonomi global yang berdampak terhadap Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait