Dimensi Sengketa Data Pemilih Tinggi, KPU Benahi Perlindungan Data Pribadi
Berita

Dimensi Sengketa Data Pemilih Tinggi, KPU Benahi Perlindungan Data Pribadi

Pada Pemilu 2019, KPU tidak memberikan NIK secara utuh.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Arief Budiman, menekankan pentingnya menaruh perhatian terhadap perlindungan data pribadi. Hal ini disampaikan Arief saat membuka Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Perlindungan Data Pribadi Kamis, (2/6).

Menurut Arief dalam konteks kepemiluan, isu perlindungan terhadap data pribadi memiliki hubungan langsung dengan data pemilih yang merupakan salah satu urusan penting KPU yang bersifat administratif. Arief menilai daftar pemilih memiliki banyak dimensi dan potensial bermasalah. 

“Data pemilih ini yang menimbulkan perdebatan dan banyak sengketa dalam berbagai macam perspektifnya mulai dari keakuratannya, kerahasiaan penyimpanan data, updating, mutakhir dan ketepatan waktunya,” ujar Arief.

Arief menyebutkan terkait data pemilih, KPU sejak lama telah berbenah. Ia menuturkan sejak Pemilu 2004, kala itu data pemilu berdasarkan data penduduk yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). 

Sementara untuk Pemilu 2019, sistem, metode dan item data pemilih menurut Arief menggunakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) yang mendukung KPU dalam proses pemutakhiran data pemilih menjadi lebih akurat. (Baca: Mengukur Tingkat Kerawanan Pilkada Serentak di Saat Pandemi)

“Tetapi banyak perdebatan data pemilih ini bisa dipublikasikan sebagian, boleh dibagikan atau tidak. Ini yang menjadi pertanyaan banyak pihak,” terang Arief.

Ia menyebutkan, pada Pemilu 2019, KPU tidak memberikan NIK secara utuh. Hal ini dilakukan agar data pemilih tidak terbuka secara utuh. Namun dengan cara seperti itu pun KPU tetap diserang, dengan tudingan penggelembungan data pemilih. Bahkan KPU dituntut tidak hanya secara administratif, tetapi juga dituntut secara etik.

Anggota KPU RI Viryan menyebutkan pihaknya membutuhkan terutama menyangkut pemutakhiran data pemilih dan pencalonan. Tidak hanya itu, masukan juga akan digunakan  sebagai persiapan penyusunan Peraturan KPU. 

“(PKPU) tentang pemanfaatan dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi serta pemutakhiran data pemilih berkelanjutan (DPB),” ujar Viryan.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Edmon Makarim, dalam FGD tersebut memaparkan bahwa data profiling selama masa kampanye dan penghitungan suara berlangsung merupakan hal yang perlu diantisipasi oleh KPU.Edmon menyebutkan pada dasarnya data hasil Pemilu (agregat) bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat. 

“Tetapi bukan berarti Pemerintah tidak memberikan perlindungan terhadap data pribadi pemilih,” ujar Edmon.

Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Sinta Dewi Rosadi, mengingatkan bahwa penyimpanan data pribadi harus menerapkan prinsip keamanan (secure) yaitu akurat dan terverifikasi, serta data telah terenkripsi dengan jangka waktu penyimpanan data paling singkat selama 5 (lima) tahun. 

“Persoalan data disini adalah siapa yang memiliki akses terhadap data dan apa saja yang dimusnahkan,” terang Sinta.

Kasubdit Kemenkominfo Riki Arif Gunawan mengingatkan KPU untuk memproses data secara legal, patut, akurat dan transparan. Menurut Riko, KPU sebaiknya selektif dalam memproses data pemilih. 

“Hanya mengambil data yang dibutuhkan saja. Menyimpan data yang masih sesuai dengan tujuan pengumpulan, selalu menjaga keutuhan dan kerahasiaan data, serta melaksanakan dengan tanggung jawab dalam melindungi data,” terang Riki.

Direktur Perludem Titi Anggraini dalam FGD tersebut menyoroti masih berprosesnya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan data pribadi. Untuk itu, KPU perlu memperkuat dasar hukum, memperketat regulasi data-sharing, menyediakan mekanisme complain dan update yang aksesibel, serta memperkuat sistem kontrol/keamanan secara teknis dan organisasi.

Pada tempat yang sama, Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menyatakan pentingnya harmonisasi UU Pemilu dengan RUU Perlindungan Data Pribadi. 

Hal ini karena UU Pemilu masih memberikan kewajiban kepada penyelenggara Pemilu untuk menyerahkan salinan data pemilih kepada semua partai politik peserta pemilu. Wahyudi juga mengingatkan tentang perlunya penyusunan PKPU yang mengadopsi prinsip-prinsip perlindungan data pribadi.

Tags:

Berita Terkait