Dipecat, Polisi Ini Berjuang Hingga PK dan MK
Berita

Dipecat, Polisi Ini Berjuang Hingga PK dan MK

Pemerintah anggap permohonan uji materi sang polisi tidak terkait masalah konstitusionalitas norma Undang-Undang.

ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Brigadir Polisi Dua (Bripda) Daniel Liunome masih terus berjuang mempersoalkan pemecatan dirinya dari anggota kepolisian. Setelah menggunakan upaya hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK), kini ia berjuang lewat Mahkamah Konstitusi.  

Daniel menggugat Kapolda Metro Jaya ke PTUN Jakarta. Ia sempat menang di PTUN Jakarta hingga tingkat kasasi. Hakim membatalkan SK pemecatan Daniel. Tetapi gugatan Daniel kandas di tingkat PK.

Setelah itu, Daniel membawa kasusnya ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui pengujian Pasal 67 huruf b UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA). Ketentuan yang mengatur bukti menentukan setelah perkaranya diputus (novum) itu dinilai melanggar hak konstitusional pemohon.

“Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya pasal itu menyangkut upaya hukum PK yang mengabulkan PK Kapolda Metro Jaya, yang menolak adanya novum yang seharusnya menjadi dasar adanya PK,‎” ujar Kepala Balitbang Kemenkumham Mualimin Abdi saat menyampaikan keterangan pemerintah dalam sidang pengujian UU MA di ruang sidang MK, Rabu (22/10).

Pasal 67 huruf b menyebutkan “Permohonan PK putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut : (b). apabila setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.”

Pemerintah memandang permohonan pemohon tidak tepat diajukan ke MK. Sebab, pemohon telah menggunakan haknya untuk mengajukan gugatan PTUN, kasasi, hingga upaya hukum PK. “‎Kurang tepat apabila ketentuan Pasal 67 huruf b UU MA dianggap merugikan hak konstitusional pemohon,‎” ujar Mualimin dalam sidang pleno yang dipimpin Hamdan Zoelva.

Dia menilai jika permohonan Daniel dikabulkan membuat mekanisme PK kehilangan pijakan. Selain itu, kalaupun permohonan Daniel dikabulkan, mantan anggota Polri yang pernah dihukum 9 bulan penjara oleh PN Bekasi lantaran merampas kebebasan orang lain itu ‎tetap tak bisa kembali menjadi anggota Polri. “Jika pun dikabulkan, pemohon tetap saja diberhentikan dari dinasnya,” ujarnya.

Menurutnya, penolakan novum merupakan kewenangan majelis yang mengadili perkara tersebut. Karenanya, pemerintah melihat permohonan uji materi Daniel tidak terkait masalah konstitusionalitas norma. “Menurut hemat kami, tidak terkait masalah konstitusionalitas atas keberlakuan norma dari pasal yang diuji,” tegasnya.

Untuk diketahui, Daniel dipecat dari korps Bhayangkara melalui Sidang Komisi Etik pada 30 April 2011 setelah menjalani vonis 9 bulan penjara gara-gara terbukti merampas kemerdekaan orang lain. Ia kemudian menggugat Kapolda Metro Jaya dan menang pada 18 November 2011 melalui PTUN yang mencabut SK pemecatan Daniel.

Tak terima, Kapolda Metro Jaya mengajukan banding hingga kasasi, tetapi tetap kalah. Hingga akhirnya Kapolda Metro Jaya mengajukan PK. Pada 23 Mei 2013 lalu, MA mengabulkan PK Kapolda Metro Jaya. Sebenarnya, majelis PK menolak novum yang diajukan Kapolda, tetapi majelis memutuskan memeriksa sendiri perkara, dan akhirnya mengabulkan permohonan.

Akibat putusan MA ini, Daniel merasa didiskriminasi karena PK yang dikabulkan MA itu menolak adanya novum. Daniel menilai norma Pasal 67 huruf b UU MA tidak tegas menyebutkan ada atau tidaknya novum sebagai dasar PK. Karenanya, Daniel meminta MK memberikan tafsir atas keberadaan Pasal 67 huruf b UU MA itu.
Tags:

Berita Terkait