DJP Sampaikan Penerimaan Pajak Terkait UU HPP
Terbaru

DJP Sampaikan Penerimaan Pajak Terkait UU HPP

Terkait batas waktu repatriasi PPS yang telah berakhir pada 30 September 2022, DJP menindaklanjuti pelaksanaan pascaPPS, termasuk repatriasi dan investasi melalui tindakan pengawasan dan penegakan hukum sesuai amanah UU HPP.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kinerja penerimaan pajak hingga Agustus 2022 mengalami normalisasi dengan capaian sebesar Rp1.171,8 triliun Dengan angka pertumbuhan positif Januari sampai Agustus 58,1%, realisasi penerimaan telah mencapai 78,9% dari target penerimaan pajak dalam Perpres No.98 Tahun 2022.

“Walaupun secara agregat pertumbuhan penerimaan sampai Agustus 2022 masih sangat baik, tapi jika dilihat pertumbuhan per bulannya secara year on year, penerimaan pajak mengalami normalisasi setelah pertumbuhan yang sangat tinggi pada bulan Juni akibat PPS (Program Pengungkapan Sukarela),” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di acara Media Briefing DJP, Selasa (4/10).

Disebutkannya, pertumbuhan per bulan (YoY) pada bulan Juni 2022 sebesar 80,4%, kemudian 61,8% pada bulan Juli 2022, dan kini 53,0% pada bulan Agustus 2022. Tren ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir 2022 sejalan meningkatnya basis penerimaan di akhir tahun 2021.

Baca Juga:

Sementara itu, rincian dari total penerimaan pajak berasal dari Rp661,5 triliun PPh non migas (88,3% target), Rp441,6 triliun PPN & PPnBM (69,1% target), Rp55,4 triliun PPh migas (85,6% target), dan Rp13,2 triliun PBB dan pajak lainnya (40,0% target). Seluruh jenis pajak

mengalami pertumbuhan neto kumulatif dominan positif. PPh 21 tumbuh 21,4%, PPh 22 Impor tumbuh 149,2%, PPh Orang Pribadi tumbuh 11,2%, PPh Badan tumbuh 131,5%, PPh 26 tumbuh 17,2%, PPh Final tumbuh 77,1%, PPN Dalam Negeri tumbuh 41,2%, dan PPN Impor tumbuh 48,9%.

Untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta bauran kebijakan (phasing-out insentif fiskal, UU HPP, dan kompensasi bahan bakar minyak).

Tags:

Berita Terkait