DJSN Minta BPJS Kesehatan Lebih Kreatif, Mengapa?
Berita

DJSN Minta BPJS Kesehatan Lebih Kreatif, Mengapa?

Potensi kepesertaan dari BUMN dan swasta belum digarap maksimal.

ADY
Bacaan 2 Menit
Salah satu bentuk pelayanan untuk peserta BPJS. Foto: MYS
Salah satu bentuk pelayanan untuk peserta BPJS. Foto: MYS
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap BPJS Kesehatan Semester I Tahun 2016. Hasilnya, terjadi penambahan jumlah peserta. Jika pada akhir Desember 2015 jumlah peserta jaminan kesehatan 156.790.287 jiwa, maka pada Juni 2016 jumlahnya menjadi 166.912.913 jiwa. Artinya, dalam satu semester jumlah peserta ‘hanya’ bertambah 10.122.626 jiwa.

Anggota DJSN periode 2014-2019, Rachmat Sentika, menilai penambahan sepuluh juta peserta selama satu semester itu masih belum maksimal. Ia meminta BPJS Kesehatan lebih kreatif mendorong peningkatan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau Kartu Indonesia Sehat (KIS). Rachmat mengingatkan target kepesertaan dalam cakupan kesehatan semesta pada 2019 adalah 30 juta jiwa per tahun.

Selain jumlah, latar peserta juga disorot DJSN. Peningkatan jumlah peserta semester I Tahun 2016 didominasi kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Jumlahnya sekitar 6 juta dari 10 juta jiwa peserta baru. Berarti peningkatan peserta non PBI hanya 4 juta. “BPJS Kesehatan harus kreatif mendorong peningkatan kepesertaan,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (11/08).

Rachmat menilai ada banyak cara yang bisa dilakukan BPJS Kesehatan untuk mendorong peningkatan jumlah peserta JKN/KIS. Salah satu potensi peserta terbesar ada di sektor badan usaha seperti BUMN dan swasta. Ia melihat tingkat kolektivilitas peserta kategori pekerja penerima upah itu tergolong lebih baik daripada pekerja bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri.

DJSN, tegas Rachmat, sudah mengimbau BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menjalin kerjasama. BPJS Kesehatan juga perlu melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah untuk mengintegrasikan jaminan kesehatan di wilayah tersebut dengan program JKN/KIS. DJSN mencatat ada 2 provinsi yang belum berintegrasi dengan JKN/KIS yaitu Bali dan Sumatera dan 172 Kabupaten/Kota.

Selain itu tercatat ada seumlah pemerintah daerah (pemda) yang belum menunaikan kewajibannya kepada BPJS Kesehatan untuk membayar iuran Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang telah diintergrasikan ke JKN/KIS sekitar Rp1 triliun. “BPJS Kesehatan harus membuat terobosan untuk kejar itu,” ujar Rachmat.

Rachmat mencatat saat ini baru 30 persen BUMN yang sudah mendaftarkan pekerjanya dalam program JKN/KIS. Padahal, kewajiban badan usaha untuk mendaftar itu sudah jelas diamanatkan peraturan perundang-undangan. “Mendorong peningkatan kepesertaan PPU itu mestinya lebih diutamakan daripada PBPU,” tukasnya.

Selain itu lebih dari 5 juta peserta menunggak iuran, 80 persen dari mereka sudah memanfaatkan pelayanan kesehatan berbiaya besar. Sayangnya, BPJS Kesehatan belum melakukan tindakan baik itu teguran tertulis, denda dan sanksi.

Plt Ketua DJSN, Andi Zainal Abidin Dulung, mengatakan hingga 30 Juni 2016 pendapatan iuran BPJS Kesehatan mencapai Rp32,873 triliun dan membayar manfaat sebesar Rp33,561 triliun. Mengacu jumlah tersebut rasio klaim biaya manfaat terhadap pendapatan iuran semester I tahun 2016 sebesar 102,09 persen. “BPJS Kesehatan tekor 2,09 persen. Anggaran yang diterima BPJS Kesehatan mayoritas dana PBI. Rasio likuiditas BPJS Kesehatan 18,49 persen,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait