Dosen FH UI Ingatkan Tahapan dan Risiko Proses Pemindahan Ibu Kota
Profil

Dosen FH UI Ingatkan Tahapan dan Risiko Proses Pemindahan Ibu Kota

Tahapan proses pemindahan ibu kota mulai sosialisasi, perencanaan melalui berbagai aturan turunannya, kesiapaan SDM (ASN), kesiapan sistem informasi di IKN. Ada risiko fiskal, hukum, politik, dan ekonomi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Menurutnya, idealnya tahapan pemindahan ibu kota negara ada beberapa tahapan yang mesti dilalui. Pertama, dimulai dengan sosialisasi ke masyarakat/publik. Sosialisasi menjadi penting untuk menjelaskan ke masyarakat tentang tujuan dan dampak dari pemindahan ibu kota negara beserta perangkat pemerintahan agar dapat diidentifikasi secara menyeluruh. “Efek dari kebijakan publiknya, ini belum disampaikan, tersosialisasi ke masyarakat,” kata dia.

Kedua, tahap perencanaan yang dituangkan dalam berbagai aturan turunannya, pendanaan yang clear di tengah ruang fiskal yang terbatas dan sempit. Problemnya, alokasi anggaran pemindahan dan pembangunan IKN beserta perangkat pemerintahan belum jelas dari mana. Meskipun dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.17 Tahun 2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran untuk Persiapan, Pemindahan Ibu Kota Negara serta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus IKN Nusantara, pembiayaan secara umum sudah diatur.

“Tapi ini meningkatkan risiko APBN ketika menerbitkan surat utang yang tidak produktif,” kata dia.

Ketiga, tahapan kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM). Menurutnya, kesiapan para aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemerintahan perlu dipastikan. Meski saat pengangkatan sebagai ASN bersedia ditempatkan dimanapun, tapi dikhawatirkan malah tak sesuai harapan. Karenanya, sosialisasi di lingkungan ASN perlu diidentifikasi dan kesiapannya. Termasuk apa saja keuntungan yang diperoleh ASN saat dipindahkan di IKN baru. Keempat, kesiapan sistem informasi di IKN baru. Kelima, tata kelola pemindahan IKN baru. “Tapi soal kesiapan SDM jauh lebih penting,” tegasnya.

Lebih lanjut, Dian Puji berpendapat program pemindahan ibu kota negara perlu dipertimbangkan dari aspek risiko. Menurutnya, ada empat risiko yang belum diatur. Yakni risiko fiskal, politik, hukum, dan ekonomi. Sayangnya sejumlah risiko itu belum dimitigasi secara baik oleh pemerintah melalui aturan turunan UU IKN.

Dari risiko hukum, seperti konsep otorita yang diberikan kewenangan dalam menjalankan roda pemerintahan di IKN yang baru. Sebab, sistem pemerintahan dengan otorita tidak memiliki konsep dasar hukum yang ujungnya bakal mencari bentuknya sendiri. Begitu pula soal adanya anjuran menyumbang (dana) bagi pembangunan IKN. Padahal, seharusnya (idealnya) pembangunan IKN hanya menggunakan anggaran yang bersumber dari APBN.

Selain itu, secara teknis dalam pembangunan IKN masih terdapat hal-hal yang perlu dikaji lebih mendalam. “Dan aturan turunannya masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki, khususnya mitigasi risiko (fiskal, politik, hukum, ekonomi). Seperti pergantian kepemimpinan, itu kan ada risiko politik. Apakah presiden baru nanti, kalau ia tidak menyetujuinya, bagaimana?”

Tags:

Berita Terkait