DPR Ingatkan Presiden, Produk Legislasi Tak Luput Campur Tangan Pemerintah
Berita

DPR Ingatkan Presiden, Produk Legislasi Tak Luput Campur Tangan Pemerintah

Negara membutuhkan legislasi dalam rangka menjadi payung hukum agar presiden dalam menjalankan pemerintahan memiliki payung hukum.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menyoroti kinerja DPR dalam bidang legislasi. Presiden meminta agar DPR tak terlalu banyak memproduksi Undang-Undang (UU). Presiden tak mempersoalkan UU yang dihasilkan barus sedikit karena presiden lebih mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas. Pernyataan itu direspon beragam oleh sejumlah anggota dewan. Intinya, produk legislasi DPR tak lepas dari peran campur tangan pemerintah dalam pembahasan secara tripatrit.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas berpandangan, kinerja DPR di bidang legislasi acapkali menjadi sorotan masyarakat. Rendahnya produk legislasi yang dihasilkan DPR kerap menjadi bulan-bulanan bagi lembaga legislatif. Di saat parlemen sedang berbenah dengan mengunakan strategi dalam mengejar target Program Legislasi Nasional (Prolegnas), pemerintah justru menilai miring. Padahal, legislasi yang dihasilkan DPR pun tak lepas dari peran pemerintah.

“Tapi jangan lupa dari 40 itu kan sebagian besar usulan pemerintah. Prolegnas kan hasil kesepakatan bersama, ada yang diusulkan DPD, pemerintah dan DPR. Kalau pemerintah tidak mau menghasilkan, kan sebagian usulan dari pemerintah,” ujarnya di Jakarta, Senin (4/4).

Ia menilai dengan upaya DPR memenuhi target Prolegnas 2016 yang sedang berjalan, kemudian pernyataan presiden justru menyudutkan DPR. Meski DPR bertugas membuat legislasi, namun tidak kemudian beban tersebut berada di pundak DPR. Pasalnya, pembahasan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) tak dapat dilakukan pembahasan tanpa melibatkan pemerintah.

“Lucu kalau kemudian DPR mau kerja bagus, lalu disoroti. Ketika tidak menghasilkan apapun juga disoroti. Ini butuh keseimbangan kedua lembaga yang sejajar presiden bersama DPR setuju untuk perbaikan untuk menghasilkan peraturan perundangan yang berkualitas,” ujar Supratman yang juga duduk sebagai anggota Komisi III itu.

Wakil Ketua Baleg Firman Subagyo menambahkan, pembuatan sebuah RUU mestinya memang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan atas paksaan sekelompok orang. Menurutnya, kewenangan pembuatan UU memang berada di tangan presiden, namun pembahasannya pun tak dapat dilakukan sendiri.

Dalam pembahasan RUU memang melibatkan peran presiden melalui aparaturnya, misalnya menteri terkait. Terlepas itu, Firman menyindir Presiden Jokowi terkait dengan UU. Yakni, ketika sudah disepakati masuknya Revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK masuk Prolegnas 2016, pemerintah justru mundur teratur.

“Pemerintah konsisten, sudah disepakati jangan presidennya mundur. Jangan pula pemerintah memaksakan RUU Tax Amnesty, RUU KPK mundur teratur. Presiden jangan bikin teka teki masyarakat. UU itu disepakati antara DPR dan wakil pemerintah. Presiden sadargak? Kalau gak sadar bahaya presiden. Tidak boleh lempar batu sembunyi tangan,” ujar politisi Golkar itu.

Berbeda dengan Supratman dan Firman, anggota Komisi III Wihadi Wiyanto menilai permintaan agar DPR hanya memproduksi legislasi sebanyak 3 sampai 5 UU akibat ketidaktahuan presiden dalam aspek tata negara. Menurutnya, kewenangan pembuatan legislasi berada di tangan DPR. “Presiden belajar dulu tata negara dan tugas dari DPR,” ujarnya.

Menurutnya, negara membutuhkan legislasi dalam rangka menjadi payung hukum agar presiden dalam menjalankan pemerintahan memiliki payung hukum. Ia menilai banyak sedikitnya UU yang dihasilkan DPR sesuai dengan tujuan masyarakat bernegara, bukan sebaliknya atas kemauan DPR dan pemerintah semata.

Politisi Partai Gerindra itu berpandangan, DPR tak dapat dibatasi memproduksi hanya 3 atau 5 UU. Aturan dalam bentuk UU menjadi bagian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setidaknya UU menjadi payung hukum dalam mengatur kehidupan bernegara sebagaimana konstitusi.

“DPR ini tugasnya membuat UU, melakukan pengawasan dan masalah anggaran. Kalau dikatakan gak perlu buat banyak-banyak, artinya membatasi tugas DPR. Makanya saya suruh belajar, tahu atau tidak tugas DPR itu,” pungkas politisi Partai Gerindra itu.

Tags:

Berita Terkait