DPR Pertimbangkan Penundaan RUU Pembentukan Daerah Otonom Papua
Terbaru

DPR Pertimbangkan Penundaan RUU Pembentukan Daerah Otonom Papua

Pimpinan DPR bakal menyampaikan ke Komisi II sambal menunggu Surpres ketiga RUU tersebut.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi aksi protes warga Papua. Foto: RES
Ilustrasi aksi protes warga Papua. Foto: RES

Tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait pembentukan daerah otonomi daerah (DOB) Papua resmi menjadi usul inisiatif DPR. Rencananya sejumlah daerah bakal dimekarkan sebagaimana diatur dalam RUU yakni Pembentukan Papua Tengah, Pegunungan Tengah, dan Papua Selatan. Tapi, Majelis Rakyat Papua (MRP) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar menangguhkan sementara pembentukan DOB hingga terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji material UU No.2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Ketua MRP Timotius Murib meminta DPR menangguhkan rencana pembentukan DOB melalui RUU yang sedang berproses di parlemen. Setidaknya ada beberapa alasan MRP meminta menangguhkan 3 RUU itu. Pertama, pemerintah sedang memberlakukan moratorium kebijakan pemekaran wilayah dan pembentukan DOB. Kedua, karena rencana kebijakan DOB tidak didukung oleh kajian ilmiah.

Ketiga, pengalaman dalam pembentukan DOB selama ini tidak memiliki pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi, bahkan rendah. Alhasil malah membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Keempat, DOB tidak dilakukan dengan aspirasi dari bawah. Masalahnya UU Otsus Papua hasil perubahan tak lagi menjadikan pendekatan dari bawah ke atas, tapi menggunakan pendekatan dari atas ke bawah yang sentralistik.

Baca:

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai kebijakan yang sepihak dalam hal perubahan UU Otsus maupun pemekaran provinsi malah merugikan hak-hak orang asli Papua. Sebab, orang asli Papua berhak memperoleh informasi tentang rencana-rencana kebijakan yang berdampak terhadap masyarakat Papua.

Karenanya, masyarakat Papua berhak diajak konsultasi ataupun memberikan pendapat. Tak hanya itu, masyarakat Papua berhak dimintai persetujuan terkait perubahan UU, pemekaran provinsi, atau rencana penambangan emas seperti di Intan Jaya. Menurutnya, bila pemerintah dan DPR hendak menangguhkan rencana pembentukan DOB, maka hal itu bisa mendorong peningkatan eskalasi konflik, kekerasan, dan pelanggaran HAM di Papua.

“Sudah ada 12 kasus pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Intan Jaya. Dan sudah ada dua orang asli Papua tewas ketika menyampaikan pendapat menolak DOB,” ujarnya saat mendampingi MRP bertandang ke Gedung DPR, Selasa (26/4/2022).

Tags:

Berita Terkait