Draf Final RUU Perkoperasian Tuai Penolakan
Utama

Draf Final RUU Perkoperasian Tuai Penolakan

Berbagai muatan RUU Perkoperasian justru dianggap dapat melemahkan peran koperasi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Perkoperasian memasuki tahap akhir. Pemerintah bersama DPR RI berencana akan melakukan Rapat Kerja untuk membahas draft final RUU Perkoperasian yang selama ini telah digodok di tingkat Panitia Kerja di Parlemen. Namun, muatan RUUtersebut ternyata mendapat penolakan.

 

Penolakan ini disampaikan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto. Salah satu poin penolakan RUU Perkoperasian ini pada ketentuan penunjukkan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) sebagai wadah tunggal organisasi koperasi. Dalam draft RUU Perkoperasian ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 130. Menurutnya, penunjukkan Dekopin sebagai wadah tunggal organisasi bersifat pemaksaan.

 

Terlebih lagi, RUU Perkoperasian mewajibkan koperasi membayar iuran kepada Dekopin sebagai sumber pendanaan selain dana pemerintah melalui alokasi APBN dan APBD seperti yang tercantum dalam Pasal 82 huruf h dan Pasal 132. Dana tersebut digunakan untuk pengembangan dan pembangunan Dekopin.

 

“Jadi, begitu  RUU ini nanti disyahkan, maka semua koperasi harus membayar setoran kepada Dekopin yang sebetulnya selama ini juga tidak ada manfaatnya organisasi ini,” jelas Suroto saat dikonfirmasi Hukumonline, Rabu (21/8). 

 

Tunggalisasi wadah gerakan koperasi ini dianggap Suroto bertentangan dengan konstitusi dasar yang secara tegas memberikan jaminan kebebasan bagi setiap orang untuk berserikat dan berkumpul. Selain itu, pemaksaan wadah tunggal ini dikhawatirkan memperlemah gerakan koperasi karena mengancam bagi kemandirian dan keberlanjutan gerakan koperasi.

 

“Posisi Dekopin sebagai wadah tunggal dan tidak dieksplisitkan di UU saja selama ini sudah membunuh dinamisasi koperasi.  Dekopin ini sudah jadi organisasi yang lebam yang urusanya sebetulnya bukan memikirkan kepentingan gerakan. Lihat saja ketika orang gerakan koperasi di akar rumput melakukan advokasi di Mahkamah Konstitusi untuk uji materi UU Nomor 17 Tahun 2012 yang telah dibatalkan itu, posisi Dekopin waktu itu malahan membela habis-habisan UU tersebut,” jelas Suroto.

 

Menurutnya, UU seharusnya memberi kebebasan organisasi gerakan koperasi berkembang secara alami seperti yang terjadi di beberapa negara. “Mestinya Dekopin itu ya disamakan saja seperti ormas lainya kalau mau hidup dan bermanfaat bagi anggotanya. Daftar di Kemenkumham dan biayai dirinya sendiri. Ini bukan jaman dulu lagi. Ajak anggotanya untuk membayar iuran seacara sukarela bukan dipaksa lewat Undang-Undang.  Barulah dia akan mampu mengemban tugas ideologisnya untuk membangun demokrasi ekonomi karena memang sunguh,sungguh dibutuhkan anggotanya,” jelas Suroto.

Tags:

Berita Terkait