Draf Final RUU Perkoperasian Tuai Penolakan
Utama

Draf Final RUU Perkoperasian Tuai Penolakan

Berbagai muatan RUU Perkoperasian justru dianggap dapat melemahkan peran koperasi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Dengan demikian, pemaksaan Dekopin sebagai wadah tunggal gerakan koperasi dianggap bertentangan dengan filosofi pendiriannya. Sebab, koperasi dibentuk dengan karakter pengaturan secara mandiri atau self regulated organization. Suroto menyatakan UU tidak perlu mengatur sampai urusan internal organisasi koperasi.

 

(Baca: Keberadaan Dekopin dalam UU Perkoperasian Dinilai Perlu Ditinjau Ulang)

 

Berdasarkan draf RUU Perkoperasian, Suroto menyatakan muatannya sangat mengintervensi sehingga merusak jatidiri koperasi itu sendiri. Bahkan, dia menilai terdapat pasal-pasal yang rawan disalahgunakan. Dia mencontohkan pendirian koperasi yang kental birokratisasi seperti yang tercantum dalam Pasal 11. Selain itu, mudahnya intervensi perencanaan kerja koperasi yang tercantum pada Pasal 77, 78, 79 dan 80. Kemudian, pengaturan alokasi hasil usaha koperasi dalam Pasal 87 yang seharusnya menjadi urusan internal koperasi. 

 

“Hal-hal yang krusial seperti misalnya pemberian distingsi seperti pembebasan pajak (tax free) bagi koperasi malah tidak diatur. Padahal di negara lain termasuk negara tetangga kita Singapura misalnya, koperasi diberikan kebebasan pajak,” keluh Suroto.

 

Dia mencontohkan pembebasan pajak bagi koperasi di Singapura NTUC Fair Price yang saat ini kuasai pasar ritel sampai 74 persen. Sejak awal, koperasi tersebut mendapat pembebasan pajak. Kemudian, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sidangnya di Afrika Selatan akhir tahun 2016 mengakui koperasi sebagai gerakan otonom untuk menolong diri sendiri melalui cara kerjasama diantara anggotanya itu sebagai warisan bukan benda (intangible herritage) dunia.  Definisi koperasi menurut International Cooperative Aliance ( ICA ) juga tegas menyebut sebagai organisasi otonom.

 

“RUU ini kontradiktif dan berpotensi mengakibatkan ketidakpastian hukum. Sebab nilai otonominya di pasal lain diakui, tapi di batang tubuhnya diintervensi sampai mendalam,” jelasnya. Merujuk rekam jejak koperasi dalam negeri, Koperasi Unit Desa (KUD) sebelumnya mendapatkan berbagai insentif. Sayangnya, fasilitas tersebut dicabut setelah memasuki era reformasi.

 

Suroto juga mengkritik dalam RUU Perkoperasian terkesan mengesampingkan badan hukum koperasi. Dalam Pasal 122, misalnya disebut koperasi hanya dijadikan sebagai tempat penyaluran laba BUMN dan BUMD. Ketentuan ini dianggap merendahkan koperasi karena dianggap tidak sejajar dengan badan hukum usaha lainnya.

 

“Ini namanya penghinaan terhadap Konstitusi yang menyebut bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi itu koperasi. Ini juva diskriminatif. Koperasi itu badan hukum yang diakui oleh negara seperti Perseroan, Yayasan maupun Perkumpulan,” jelasnya.

Tags:

Berita Terkait