Dua Bulan PBI Rupiah Berlaku, Pertamina Masih Gunakan Dolar
Utama

Dua Bulan PBI Rupiah Berlaku, Pertamina Masih Gunakan Dolar

Pelaku usaha maskapai penerbangan berharap transaksi penjualan avtur oleh Pertamina dilakukan dalam mata uang rupiah.

KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Hampir dua bulan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia berlaku. Kendati demikian, masih banyak sektor usaha yang transaksinya belum menggunakan rupiah. Di antara beberapa sektor tersebut, salah satunya adalah penjualan avtur.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto, mengakui pihaknya masih menggunakan rupiah untuk transaksi penjualan avtur. Hal ini dikarenakan transaksi di sektor avtur berkaitan dengan proses impor yang berkaitan dengan instansi asing. Hal itu mengharuskan Pertamina untuk memiliki banyak stok mata uang dolar AS.

Terkait dengan hal itu, Dwi mengaku telah mendapatkan izin dari pemerintah. Kendati demikian, ia mengatakan bahwa izin penggunaan rupiah hanya terkait dengan kegiatan impor. Sementara kegiatan ekspor tetap harus menggunakan rupiah.

“Memang kami menyampaikan surat kepada Bank Indonesia untuk bisa dipertimbangkan karena kami ada yang juga harus beli dolar, ada pembelian yang memang dibutuhkan dolar yang cukup besar, impor minyak, impor crude kan semuanya dalam dolar. Terkait hal tersebut BI memberi pengecualian terhadap Pertamina. Namun untuk kegiatan ekspor, Pertamina diminta secara bertahap beralih menggunakan rupiah,” katanya, Jumat (28/8).

Selain itu, lanjut Dwi, kegiatan yang diizinkan untuk menggunakan dolar harus yang berskala besar. Sebab, jika perusahaan harus menjual dengan rupiah sementara membelinya menggunakan dolar maka akan ada kerugian kurs. Akan tetapi, Dwi mengingatkan bahwa semua kegiatan ritel Pertamina kini telah menggunakan rupiah.

"Kita masih boleh untuk yang industri besar jual dalam dolar. Avtur dan gas masih pakai dolar. Kalau ritel sudah rupiah semua," jelas dia.

Sementara itu, pelaku usaha maskapai penerbangan justru berharap transaksi penjualan avtur oleh Pertamina dilakukan dalam mata uang rupiah. Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) juga berharap Pertamina selaku pemasok avtur juga bisa melakukan efisiensi harga. Ia mengeluhkan, selama ini harga avtur di Indonesia masih relatif mahal dibandingkan dengan negara tetangga.

"Karena harga avtur di Indonesia apabila dibandingkan dengan negara Malaysia, harga avtur kita itu lebih mahal 12 hingga 13 persen," ujar Ketua Umum INACA Arif Wibowo.

Pengamat ekonomi Purbaya Yudhi Sadewa juga berharap Pertamina bisa melakukan transaksinya dalam rupiah, tak terkecuali dalam penjualan avtur. Ia menyayangkan sikap Pertamina yang menolak menjual avtur dengan rupiah. Menurutnya, sikap itu tidak dapat dibenarkan.

“Kalau dibiarkan terus kita rugi semua. Tetapi kalau mereka bisa melihat dalam jangka waktu panjang memberikan landasan yang kuat, stabilitas nilai tukar,” tuturnya.

Dia memberikan ilustrasi untuk menggambarkan bahwa penggunaan rupiah bisa menguatkan stabilitas nilai tukar. Ia mengatakan, transaksi di atas 75 milyar dolar dilakukan antar penduduk per tahun. Dari jumlah itu, lebih dari separuh diguunakan untuk beli barang dan jasa. Menurutnya, hal itu yang menyebabkan permintaan dolar lebih tinggi dari suplainya sehingga mengakibatkan pelemahan rupiah.
Tags:

Berita Terkait