Dua Hal Ini Sulitkan Kejaksaan Eksekusi Terpidana Mati
Berita

Dua Hal Ini Sulitkan Kejaksaan Eksekusi Terpidana Mati

Karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengaturan PK yang dapat diajukan lebih dari satu kali dan pengajuan grasi dapat diajukan kapanpun.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Hukuman Mati. Ilustrator: BAS
Ilustrasi Hukuman Mati. Ilustrator: BAS

Terpidana mati dalam berbagai tindak pidana kejahatan sejatinya sudah dapat diterapkan bagi mereka yang sudah melakukan seluruh upaya hukum. Dengan begitu, eksekusi pidana mati sudah dapat dilakukan oleh Kejaksaan Agung sebagai pihak eksekutor. Namun Kejagung sepertinya tarik ulur melaksanakan eksekusi terhadap terpidana mati yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).

 

Pernyataan tersebut disampaikan anggota Komisi III DPR Jhon Kennedy Aziz dalam rapat kerja dengan Kejaksaan Agung di Komplek Gedung DPR, Senin (16/7/2018). “Tindak lanjut terhadap terpidana mati yang sudah diputus dan telah berkekuatan hukum tetap bagaimana?” ujarnya mempertanyakan.

 

Jhon meminta Kejaksaan Agung menjelaskan alasan molornya eksekusi terhadap terpidana mati yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap agar ada kepastian hukum. Memang dalam rapat kerja dengan Kejaksaan Agung, anggota dewan kerap mempertanyakan langkah Korps Adhiyaksa dalam melaksanakan putusan pengadilan terutama terhadap terpidana mati.

 

Anggota Komisi III DPR lain, Taufikulhadi melontarkan pertanyaan serupa. Sebab, terdakwa yang diganjar hukuman mati kerap bertambah. Misalnya, pelaku tindak pidana terorisme bom Thamrin 2016 silam, Maman Abdurrahman yang telah divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Maman diduga sebagai otak dari rangkaian bom Thamrin.

 

Menurutnya, bertambahnya jumlah terpidana mati, Kejaksaan mestinya bersikap tegas terhadap terpidana mati yang sudah menggunakan segala upaya hukum, mulai tingkat banding hingga Peninjauan Kembali termasuk pengajuan grasi ke presiden. “Setelah putusan inkracht, kapan akan dieksekusi?” ujar politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu.

 

Anggota Komisi III Sarifudin Sudding mengatakan publik perlu mengetahui jumlah terpidana mati yang bakal dieksekusi. Sebab, berdasarkan rapat kerja antara Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Komisi III DPR, terpidana mati dalam kasus tindak pidana bandar narkotika justru masih bisa mengendalikan peredaran narkotika di luar Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

 

“Kejaksaan Agung mesti tegas dalam melaksanakan putusan pengadilan. Ketika tidak ada  upaya hukum lagi, maka tidak ada alasan (Kejaksaan) tidak segera mengeksekusi terpidana mati,” ujar politisi Partai Hanura itu.

 

Baca:

 

Hambatan eksekusi

Menanggapi persoalan ini, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan pihaknya tidak akan menghentikan upaya pelaksanaan eksekusi hukuman mati sepanjang UU mengaturnya. Menurutnya, pelaksanaan hukum mati mesti memperhatikan dua aspek. Pertama, aspek yuridis. Menurutnya sepanjang aspek yuridis tidak diubah, maka Kejaksaan sebagai eksekutor dapat melaksanakan putusan hukuman mati yang berkekuatan hukum tetap.

 

Hanya saja, kata Jaksa Agung, sejak adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengaturan Peninjauan Kembali (PK) yang dapat diajukan lebih dari satu kali dan pengajuan grasi dapat diajukan kapanpun menyulitkan atau menghambat proses eksekusi terpidana mati. Kedua, aspek teknis yang menjadi ranah kejaksaan berkoordinasi pihak terkait dalam rangka pelaksanaan eksekusi. “Kami juga gregetan,” ujarnya.

 

Lebih lanjut Prasetyo mengatakan perihal adanya terpidana mati yang masih dapat mengendalikan peredaran narkotika di luar Lapas bukan jadi penyebab tertundanya pelaksanaan eksekusi. Menurutnya, hal ini tugas Lapas yang memiliki kewenangan untuk memantau setiap perilaku terpidana.

 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Noor Rahmat merinci jumlah terpidana mati yang terdata yang totalnya sebanyak 125 orang. Sementara 28 orang terpidana mati diantaranya mengajukan upaya hukum. Namun, hanya 9 orang terpidana yang sudah menggunakan semua upaya hukum secara penuh, mulai tingkat banding, kasasi, peninjauan kembali, hingga grasi ke presiden.

Tags:

Berita Terkait