Dua Persoalan Ini Dinilai Hambat Perkembangan Industri Digital
Berita

Dua Persoalan Ini Dinilai Hambat Perkembangan Industri Digital

Namun, BKPM berkomitmen mendukung penyederhanaan regulasi pada industri digital ini. Sebab, industri digital termasuk dalam dua besar realisasi investasi asing tertinggi dalam empat tahun terakhir.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Diskusi panel yang menghadirkan pelaku usaha startup, Kepala BKPM, dan akademisi bertema
Diskusi panel yang menghadirkan pelaku usaha startup, Kepala BKPM, dan akademisi bertema

Perkembangan industri digital tidak ada habis-habisnya menjadi topik bahasan saat ini. Sebab, tingginya angka realisasi investasi sektor industri digital ini menyadarkan seluruh pemangku kepentingan betapa pentingnya industri digital terus dikembangkan dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.    

 

Namun, industri ini masih terhambat pertumbuhannya. Salah satu hambatannya mengenai penggunaan virtual office sebagai domisili perusahaan startup. Saat ini, tidak semua daerah di Indonesia memperbolehkan penggunaan virtual office sebagai alamat kantor bagi perusahaan startup (rintisan).  

 

“Padahal, digital bisnis itu adalah bisnis yang dapat dilakukan di mana saja. Sementara, aturan hukum saat ini mengharuskan ada kehadiran fisik. Yang berhasil menerapkan virtual office dapat digunakan menjadi domisili perusahaan adalah Jakarta, tapi belum semua daerah bisa seperti itu,” kata Pengamat Bisnis Digital dari Universitas Prasetiya Mulya, Nico Fernando Samad kepada Hukumonline usai acara “Transformasi Indonesia Menuju Raksasa Ekonomi Digital” di Djakarta Theater XXI, Selasa (8/5/2018) malam. Baca Juga: Hukum Penggunaan Virtual Office

 

Menurut Nico, pemerintah seharusnya membuat regulasi lebih longgar mengenai aturan virtual office tersebut. Dia menilai sifat industri digital yang virtual tidak harus memerlukan lokasi kantor secara nyata, seperti halnya perusahaan konvensional.

 

Meski begitu, Nico meminta pemerintah perlu mencari solusi dari sisi perlindungan konsumennya. Sebab, tanpa kehadiran fisik dari perusahaan startup tersebut tentunya menyulitkan pengawasan pemerintah terhadap perusahaan startup tersebut.

 

“Memang ada dilematisnya dari sisi perlindungan konsumen saat berbicara tentang virtual office. Namun, pemerintah harus tetap mencari solusinya agar penggunaan virtual office bisa tetap memberi perlindungan pada konsumen,” harapnya.

 

Sebelumnya, pemerintah telah melarang penggunaan virtual office untuk domisili perusahaan pada akhir 2015 melalui Surat Edaran Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Jakarta Nomor 41/SE/Tahun 2015 tentang Surat Keterangan Domisili Badan Usaha yang Berkantor Virtual. Kebijakan tersebut dilakukan untuk menghindari adanya perusahaan fiktif.  

Tags:

Berita Terkait