Fahri Hamzah: SE Ujaran Kebencian Tak Bisa Dijadikan Landasan Hukum
Utama

Fahri Hamzah: SE Ujaran Kebencian Tak Bisa Dijadikan Landasan Hukum

Soalnya, berbagai perbuatan tindak pidana yang masuk dalam SE sudah termaktub dalam KUHP dan berbagai UU lainnya.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (tengah). Foto: CR19
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (tengah). Foto: CR19

Surat Edaran tentang Penanganan Ujaran Kebencian yang diterbitkan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti tidak dapat dijadikan landasan dalam penegakan hukum. Sedangkan penegakan hukum harus mengacu UU yang berlaku sesuai dengan peruntukannya. Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, di Gedung DPR, Jumat (6/11).

“Surat edaran tidak bisa digunakan untuk menegakan hukum, karena hukum harus ditegakkan dengan UU,” ujarnya.

Fahri mengatakan, kepolisian merupakan lembaga yang menjalankan UU, bukan sebaliknya membuat aturan sendiri dalam penegakan hukum. Menurutnya, Polri selain menerapkan tugas dan fungsinya sesuai ketentuan UU, juga memberikan penerangan bagi masyarakat agar regulasi yang telah disahkan dapat diimplementasikan.

Dengan begitu, masyarakat luas dapat mengetahu tindakan apa saja yang dapat menyeret ke tindak pidana. Yang pasti, kata Fahri, Polri tidak berhak membuat aturan sendiri dalam menegakan hukum. “Jadi jelas tidak benar kalau SE dijadikan landasan hukum karena surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum. Apalagi jika ada penangkapan dilakukan berdasarkan surat edaran,” ujarnya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan, pasal pencemaran nama baik merupakan delik aduan. Sepanjang tak ada aduan, maka polisi tidak diperbolehkan menjadikan delik dalam penegakan hukum. Ia menilai SE yang diterbitkan Kapolri sejatinya memang bukanlah peraturan baru. Apalagi tidak terdapat norma dan hal baru dalam SE tersebut. Sebaliknya, SE hanyalah petunjuk dalam menerapkan UU di tengah masyarakat.

“Mungkin polri  ingin sekedarmengingatkan masyarakat  dengan SE itu, tapi tetap  cara mengingatkan harus jelas, jangan sikap polri menjadi tidak terang,” mantan anggota Komisi III DPR periode 2009-2014 itu.

Anggota Komisi III Bambang Soesatyo berpandangan, SE tersebut dapat diterima sepanjang tidak disalahgunakan sebagai alat politik penguasa. Terpenting, SE tersebut tidak mengekang kebebasan mengemukakan pendapat, termasuk memberikan kritikan terhadap pemerintah.

Tags:

Berita Terkait