Moratorium Izin Diharap Tingkatkan Kepatuhan dan Tata Kelola Fintech
Terbaru

Moratorium Izin Diharap Tingkatkan Kepatuhan dan Tata Kelola Fintech

Moratorium bertujuan untuk mengevaluasi kepatuhan dan pelaksanaan tata kelola seluruh pelaku Fintech Lending yang terdaftar di OJK.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso. Foto: HOL
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso. Foto: HOL

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, menyampaikan pihaknya masih menutup perizinan baru bagi industri financial technology peer to peer lending (P2P) atau pinjaman online. Ketetapan yang diambil sejak 2020 tersebut, ditujukan untuk mengevaluasi kepatuhan dan pelaksanaan tata kelola seluruh pelaku fintech yang terdaftar di OJK.

“Dalam memitigasi semakin bertambahnya kerugian masyarakat, OJK melakukan moratorium perizinan Fintech Lending pada bulan Februari 2020. Moratorium bertujuan untuk mengevaluasi kepatuhan dan pelaksanaan tata kelola seluruh pelaku Fintech Lending yang terdaftar di OJK,” jelas Wimboh, Jumat (11/2).

Saat ini, OJK mencatat sudah ada 103 perusahaan fintech yang terdaftar pada OJK. Dia berharap dengan evaluasi dan peningkatan tata kelola tersebut dapat menciptakan layanan industri yang semakin baik. Sebab, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam ekonomi digital di antaranya melalui 272 juta penduduk dan lebih dari 60 juta pelaku UMKM. (Baca: “Level Darurat” Praktik Pinjol dan Investasi Ilegal)

Harapannya, ke depan ekosistem digital sektor jasa keuangan dan industri pinjaman online dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat berkontribusi dalam meningkatkan akses keuangan masyarakat, yang pada akhirnya mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

“Keberadaan sektor jasa keuangan digital didukung banyak inovasi baru yang memperluas akses pendanaan alternatif dan bermanfaat khususnya bagi UMKM yang unbankable, secara cepat, efisien, dan berbiaya murah melalui dukungan teknologi. Pesatnya perkembangan keuangan digital dimaksud di satu sisi membawa ekses buruk bagi masyarakat karena munculnya platform yang tidak berizin untuk menghindari regulatory cost,jelas Wimboh.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan pemerintah tidak akan memberikan toleransi terhadap penyedia layanan pinjaman daring atau online (pinjol) ilegal karena memberikan dampak merugikan masyarakat.

"Pinjol ilegal itu sebenarnya rentenir yang bertransformasi di era digital, perlu kehati-hatian untuk memberantasnya. Disamping kerugian yang timbul, juga terdapat ekosistem yang dianggap saling menguntungkan dari praktik itu," kata Mahfud.

Mahfud mengatakan Pemerintah, melalui sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian (K/L) terkait, terus melakukan upaya bersama dalam memberantas dan menindak tegas praktik-praktik pinjol ilegal yang merugikan masyarakat tersebut. Praktik merugikan yang dilakukan pinjol ilegal antara lain memberlakukan bunga pinjaman lebih tinggi dari bank, memberikan pinjaman tanpa jaminan, serta memberikan persetujuan terhadap akses data pribadi sebagai prasyarat pinjaman.

Layanan pinjol ilegal tersebut kemudian sering disalahgunakan oleh penyedia layanan, khususnya lembaga keuangan yang tidak terdaftar dan tidak diawasi oleh OJK dan asosiasi terkait. Menurut Mahfud, penutupan akses atau pemblokiran pinjol ilegal oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika merupakan bagian dari tindakan administratif yang dapat dilakukan negara.

Hal itu bertujuan agar ruang bagi pinjol ilegal semakin tertutup dan korban tidak semakin banyak. "Langkah ini harus didukung dengan membuka akses pengaduan masyarakat yang mudah untuk dijangkau. Partisipasi aktif masyarakat untuk melaporkan tindakan yang ilegal ini, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan penanganan pinjol yang harus dibangun oleh negara," jelas Mahfud.

Sementara itu, terkait layanan pinjol legal, yang sudah berizin resmi OJK, harus mendapat dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi tersebut. Selain itu, Pemerintah juga mendorong penyedia layanan pinjol legal untuk menaati aturan dan etika dalam penagihan, memberikan suku bunga rendah dan terjangkau, serta memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat.

"Pemerintah juga akan mendorong terbentuknya UU terkait sektor jasa keuangan digital dan pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi sebagai upaya perlindungan terhadap warga negara. Perlindungan data ini penting untuk melindungi data korban yang sering di eksploitasi oleh pinjol ilegal," katanya.

Negara juga akan memberikan perlindungan dari segi hukum perdata dan hukum pidana, dengan menyediakan ruang bagi para pihak jika terdapat perselisihan atau sengketa dan melakukan tindakan tegas terhadap perilaku yang merugikan warga negara. Penerapan pidana dalam penanganan pinjol ilegal harus menjadi upaya terakhir, namun penegakan hukum pidana terhadap pelaku besar diperlukan sebagai shock therapy agar menimbulkan efek jera, kata Mahfud.

Penegakan hukum harus dilaksanakan secara konsekuen dan mampu menjangkau penyandang dana, korporasi, dan aktor-aktor penting yang mengorganisir praktik pinjol ilegal tersebut. "Penegakan hukum tidak boleh hanya menyasar karyawan bawahan, yang hanya bertindak secara teknis operasional; mengingat praktik pinjol ilegal ini banyak melibatkan jaringan di dalam dan luar negeri, baik dari pelaku, penyedia server, atau penyedia dananya," ujar Mahfud.

Tags:

Berita Terkait