Gelar Sekolah Hukum, Mahasiswa FH UNPAR Memberdayakan Masyarakat Adat
Terbaru

Gelar Sekolah Hukum, Mahasiswa FH UNPAR Memberdayakan Masyarakat Adat

Berlangsung di di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penyuluhan hukum diberikan kepada masyarakat adat Kasepuhan Sinarresmi dan Kasepuhan Ciptamulya. Bagian dari rangkaian program Bina Desa 2022 oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum FH UNPAR.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit
Sekolah Hukum Pengayoman untuk masyarakat adat di Desa Sirnaresmi dalam rangkaian Bina Desa 2022 oleh HMPSIH FH UNPAR. Foto: FH UNPAR
Sekolah Hukum Pengayoman untuk masyarakat adat di Desa Sirnaresmi dalam rangkaian Bina Desa 2022 oleh HMPSIH FH UNPAR. Foto: FH UNPAR

Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (HMPSIH FH UNPAR) menggelar Sekolah Hukum Pengayoman untuk masyarakat adat di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kegiatan penyuluhan hukum pada tanggal 29-30 Agustus 2022 ini berupaya memberdayakan masyarakat adat Kasepuhan Sinarresmi dan Kasepuhan Ciptamulya. Mereka didorong mampu menjaga kelangsungan ruang hidupnya kesadaran hukum kritis pada masyarakat adat dalam kesadaran hukum kritis pada masyarakat adat dalam.

Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyampaikan apresiasi dan dukungan atas kegiatan ini. “Selain membuat masyarakat lebih sadar dengan hukum juga meningkatkan kemampuan swabela masyarakat adat, khususnya di Desa Sinarresmi, atas potensi persoalan hukum yang dapat dialami,” kata Sjamsul Hadi, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek.

Baca Juga:

Sekolah Hukum Pengayoman ini salah satu rangkaian acara dalam program Bina Desa 2022 oleh HMPSIH FH UNPAR akhir Agustus lalu. Melalui rilis pers yang diterima Hukumonline, HMPSIH FH UNPAR mengatakan kesadaran hukum masyarakat adat masih minim akibat keterbatasan akses mencari informasi. Selanjutnya kondisi ini menyebabkan permasalahan, misalnya dalam penentuan batas wilayah adat.

Sejumlah masyarakat adat meyakini wilayah taman nasional adalah bagian dari hutan adatnya. Hal itu tidak sepenuhnya keliru Secara yuridis. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 35/PUU-X/2012 menyatakan bahwa “hutan adat bukan hutan negara”. Namun, klaim hak atas hutan adat oleh masyarakat hukum adat masih harus dilakukan melalui proses verifikasi faktual.

Sekolah Hukum Pengayoman yang bekerja sama dengan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek berupaya membekali informasi hukum yang memadai. Kader-kader masyarakat adat Kasepuhan Sinarresmi dan Kasepuhan Ciptamulya dibekali informasi dan wawasan baru tentang hukum. Program ini juga bertujuan membangun keberpihakan generasi muda calon yuris terhadap masyarakat adat.

Carlo Emilio Isakh, Ketua Pelaksana Sekolah Hukum Pengayoman menyampaikan, “Tujuan utama dilaksanakan kegiatan ini adalah membaktikan ilmu hukum, yang sudah diterima di perkuliahan kepada masyarakat”. Di sisi lain, masyarakat adat bisa menjadi berdaya dalam melindungi keberlangsungannya dengan kesadaran hukum. Metode belajar yang digunakan Sekolah Hukum Pengayoman ini menekankan partisipasi kader-kader masyarakat adat dalam berbagi pengalaman dan aspirasinya.

Kader-kader masyarakat adat diajak memahami pluralisme hukum di Indonesia hingga mengkritisi keterkaitan antara hukum adat dan hukum negara. Mereka juga diajak mengetahui dasar-dasar hukum perjanjian serta mengkritisi klasusula dalam perjanjian yang berpotensi merugikan masyarakat adat.

Sebagai masyarakat yang bertumpu pada pertanian, keberadaan lahan pertanian adalah inti kebudayaan masyarakat adat di Kasepuhan Sinarresmi dan Kasepuhan Ciptamulya. Oleh karena itu, mereka harus mampu melindungi hak atas lahan itu dari upaya ambil alih yang memanipulasi celah hukum. Sebagai penutup kegiatan ini, peserta diminta untuk menggambar peta wilayah adatnya secara kolektif dengan kerja sama antara generasi muda dan generasi tua. Proses ini adalah bentuk penyelarasan sudut pandang antar generasi tentang cakupan wilayah adatnya.

“Masyarakat hukum adat sudah lahir dan telah ada jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Namun, dalam perkembangannya hak-hak tradisional harus menyesuaikan dengan prinsip-prinsip dan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui persyaratan-persyaratan normatif dalam peraturan perundang-undangan,” kata Valerianus Beatae Jehanu, dosen FH UNPAR yang mendampingi Sekolah Hukum Pengayoman. Ia menegaskan kesadaran hukum kritis diperlukan agar masyarakat hukum adat bisa melindungi eksistensinya dari berbagai persoalan hukum.

Tags:

Berita Terkait