Guru Besar dan Legislator Ini Kritik RUU Cipta Kerja Sektor Agraria
Berita

Guru Besar dan Legislator Ini Kritik RUU Cipta Kerja Sektor Agraria

Tumpang tindih regulasi di sektor sumber daya alam (SDA) harus dibenahi lebih dulu dengan mengacu TAP MPR No.9 Tahun 2001. Pemerintah diminta mengkaji kembali persoalan yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

“Jika RUU Cipta Kerja tujuannya untuk menyederhanakan regulasi dan perizinan, apa hubungannya dengan bank tanah dan WNA boleh punya apartemen? Ini tidak relevan,” kritik Maria.

 

Harus mengkaji kembali

Anggota Komisi IV DPR Luluk Nur Hamidah menilai tidak tepat jika RUU Cipta Kerja hanya mengatur soal investasi. Menurutnya, RUU yang sudah diserahkan ke DPR pada 12 Februari 2020 ini, utamanya harus membenahi persoalan tumpang tindih regulasi. “Tapi saya lihat sejak awal kok arahnya hanya bagaimana agar investor itu happy,” kritiknya.

 

Menurut Luluk, setiap kebijakan yang diterbitkan pemerintah harus memperhatikan perlindungan lingkungan hidup. Sebab, lingkungan hidup penting bukan hanya untuk saat ini, tapi juga generasi mendatang. Jika RUU Cipta Kerja hanya mengedepankan investasi dan pertumbuhan ekonomi, ini tidak ubahnya seperti masa orde baru.

 

Dia mengingatkan pemerintahan Jokowi pernah menerbitkan kebijakan bebas visa lebih dari 100 negara untuk mengejar target 50 juta kunjungan wisatawan asing. Kendati bebas visa itu diberikan, tapi faktanya target itu tidak tercapai. “Ini artinya kemudahan yang diberikan tidak otomatis mendorong wisatawan masuk ke Indonesia,” ujarnya member contoh.

 

Luluk menekankan RUU Cipta Kerja harus mengutamakan pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. RUU Cipta Kerja melemahkan sanksi pidana dan menghapus banyak perizinan termasuk izin lingkungan. Luluk khawatir investasi yang akan masuk ke Indonesia bukan investasi yang ramah, tapi merusak.

 

Karena itu, Luluk meminta agar pemerintah harus mengkaji kembali persoalan yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi. Bisa jadi persoalan ini terjadi karena aparat dan birokrasinya yang bermasalah, sehingga harus dibenahi secara komprehensif.

Tags:

Berita Terkait