Hakim Adat Minta Pengakuan dari Negara
Berita

Hakim Adat Minta Pengakuan dari Negara

Kasus tabrak motor, sejam bisa selesai.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
Hakim Adat Minta Pengakuan dari Negara
Hukumonline

Kadirman dari Lembaga Adat Jenang Kutai, Kabupaten Lebong, Bengkulu meminta agar negara segera memberi pengakuan kepada hakim-hakim adat yang berkumpul di lembaga adat yang tersebar di Indonesia.

“Lembaga adat di Indonesia ini yang berperan menyelesaikan masalah-masalah di daerah. Akuilah lembaga adat ini. Baru bisa kita bicara bagaimana posisi hukum adat di peradilan Indonesia,” ujarnya dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Hukum Rakyat, di Jakarta, Kamis (10/10).

Pernyataan ini untuk merespon usulan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara Lilik Mulyadi yang memformulasikan peradilan adat dalam sistem peradilan Indonesia ke depan. Ia menawarkan tiga opsi: peradilan adat yang mandiri; peradilan adat berada di bawah peradilan umum; atau hakim pengadilan negeri cukup mengakomodir nilai-nilai adat dalam putusannya.

Kadirman mengatakan sebelum berbicara terlalu jauh bagaimana posisi peradilan adat di sistem peradilan Indonesia ke depan, sebaiknya pemerintah mengakui terlebih dahulu lembaga-lembaga adat yang sudah eksis di sejumlah daerah. Toh, lembaga adat ini juga memainkan peranan sebagai pengadilan bila ada masalah di lingkungan adat mereka.

Contohnya adalah Lembaga Adat Jenang Kutai. Kadirman menuturkan di lembaga adat daerahnya ini setidaknya membawahi 113 desa di Kabupaten Lebong, Bengkulu. Penduduk di masing-masing desa itu menunjuk enam hakim adat. “Yang menjadi hakim adat adalah pemuka-pemuka adat di masing-masing desa,” ujarnya.

Kadirman mengatakan yang menjadi masalah adalah putusan para hakim adat yang telah diterima oleh dua pihak yang bersengketa kerap tak diindahkan aparatur penegak hukum pemerintah. Ia mencontohkan kasus-kasus seperti tabrakan motor atau mobil, yang berhasil didamaikan, tetapi akhirnya polisi tetap mengusut kasus tersebut.

“Itu yang jadi masalah. Alasan polisi karena itu pidana. Padahal sudah selesai antara pelaku dan korban. Penyelesaian dengan nilai-nilai adat yang ada di desa praktis sekali, satu jam selesai. Seharusnya, kalau sudah diselesaikan, polisi ngga bisa usut lagi, kecuali untuk kasus-kasus yang berat,” jelasnya.

Tags: