Hatta Ali Kembali Pimpin MA
Utama

Hatta Ali Kembali Pimpin MA

Ketua MA terpilih mesti membuka diri untuk memperhatikan dan merespon aspirasi publik.

CR-23
Bacaan 2 Menit
Ketua MA M. Hatta Ali. Foto: RES
Ketua MA M. Hatta Ali. Foto: RES
Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali kembali terpilih menjadi Ketua MA untuk periode 2017-2022 setelah melalui pemungutan suara dalam sidang pleno khusus yang  digelar secara terbuka di ruang Kusumah Atmadja Gedung MA Jakarta,Selasa (14/2). Dalam pemungutan suara ini, Hatta Ali menang mutlak dalam satu putaran dengan memperoleh 38 suara dari 47 hakim agung yang telah menggunakan hak pilihnya.

Rinciannya, Hatta Ali memperoleh 38 suara diikuti Hakim Agung Andi Samsan Nganro dengan memperoleh 7 suara yang menempati urutan kedua. Di posisi ketiga dan keempat diduduki Hakim Agung Mukti Arto dan Suhadi yang masing-masing hanya memperoleh1 suara. (Baca juga : Perlu Regenerasi Kepemimpinan di MA)

Hatta Ali menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan dan amanah yang diberikan untuk menjadi Ketua MA periode 2017-2022. Dia mengatakan jabatan Ketua MA ini hanya akan dijalani selama 3 tahun ke depan. Mengingat dirinya sudah menginjak usia 67 tahun karena Hakim Agung akan pensiun setelah menginjak usia 70 tahun.

“Tiga tahun ini tentunya saya akan manfaatkan semaksimal mungkin untuk mengabdi kepada bangsa dan negara,” kata Hatta dalam sambutannya.

Usai pemilihan, Hatta berjanji akan terus melakukan program-program pembaruan peradilan terutama dalam hal peningkatan pengawasan guna mengatasi penyimpangan-penyimpangan di pengadilan. “Kemarin, salah satunya pimpinan MA melakukan penyamaran-penyamaran di lingkungan pengadilan. Ini menunjukkan komitmen MA tetap sama yakni tidak ingin ada perbuatan yang tidak baik (tercela)  yang dilakukan pejabat pengadilan,” kata Hatta.

“Penyamaran tersebut untuk mengetahui apakah dalam pelayanan pengadilan kurang baik bagi pencari keadilan, terutama pengadilan yang surat pengaduannya paling banyak. Cara penyamaran seperti ini dilakukan kurang lebih 10 orang dimana orang-orangnya tidak dikenali yang seolah-olah seperti pencari keadilan,” lanjutnya. (Baca juga: HM Hatta Ali terpilih sebagai Ketua Mahkamah Agung (MA)

Hatta pun menegaskan tidak ada politik uang dalam proses pemilihan Ketua MA ini. “Saya jamin pemilihan ketua MA ini tidak ada politik uang dan berjalan secara demokratis. Ini sebelumnya ada kelompok kerja (Pokja)-nya yang menyusun tata tertib pemilihan ketua MA, setelah itu hasilnya dibawa ke rapim MA,” kata dia.

Sebelumnya, Ketua Panitia Pemilihan Ketua MA Suwardi mengatakan Pemilihan Ketua MA sudah memenuhi kuorum yang dihadiri 47 Hakim Agung. Berdasarkan, hasil perhitungan suara calon Ketua MA sudah mendapatkan suara 50 persen +1, maka dinyatakan sah untuk menjadi ketua MA tanpa dilanjutkan keputaran kedua dan selanjutnya.

Sesuai SK Ketua MA No.12/KMA/SK/1/2017 tentang Tata Tertib Pemilihan Ketua MA, Ketua MA dipilih dari dan atau oleh Hakim Agung. Pemilihan dikatakan sah apabila dihadiri paling sedikit 2/3 dari jumlah hakim agung. Setiap Hakim Agung hanya dapat memilih 1 calon ketua MA.

Terpisah, Komisi Yudisial (KY) menyampaikan selamat atas terpilihnya kembali Hatta Ali sebagai Ketua MA periode 2017-2022. Dia berharap Ketua MA terpilih dapat mengemban amanah dengan sebaik-baiknya seraya tetap terus melanjutkan program reformasi peradilan.

“MA harus melanjutkan program reformasi yang telah disusun baik itu dalam cetak biru maupun yang dibuat oleh tim pembaruan. Melanjutkan program reformasi menjadi penting agar perbaikan peradilan tidak hanya diatas ‘kertas’ yang menumpuk tanpa pelaksanaan,” ujar Juru Bicara KY Farid Wajdi dalam keterangan tertulisnya.

Menurutnya, reformasi peradilan tidak cukup sekadar perbaikan dan membenahi perangkat teknologi saja, tetapi mesti ada penetrasi program ke arah perbaikan budaya organisasi dan sumber daya yang lebih memahami makna reformasi secara komprehensif.

Hal terpenting bagi KY, Ketua MA terpilih mesti membuka diri untuk memperhatikan dan merespon aspirasi publik. “Dengan banyak operasi tangkap tangan (OTT) terhadap aparat peradilan di tahun 2016, sebaiknya MA membuka diri mendengarkan aspirasi-aspirasi publik,” saran dia.

Aspirasi publik merupakan masukan yang sangat berharga untuk perbaikan peradilan. Bahkan, adanya aspirasi tersebut, seharusnya MA punya banyak ide untuk dikerjakan dalam rangka perbaikan peradilan. “Mendengar aspirasi publik menjadi penting melihat kekurangan lembaga dari kacamata publik. Aspirasi itu bukanlah cemoohan yang menjatuhkan lembaga, tetapi seharusnya menjadi ‘cambuk’ untuk terus melakukan perbaikan.”
Tags:

Berita Terkait