Melihat Perkembangan Hukum Persaingan Usaha Berdasarkan Peraturan dan Praktik
Terbaru

Melihat Perkembangan Hukum Persaingan Usaha Berdasarkan Peraturan dan Praktik

Hadirnya UU Cipta Kerja memberi dampak pada terjadinya beberapa perubahan dan substansi dari hukum persaingan usaha.

CR-27
Bacaan 4 Menit
Webinar Hukumonline bertema Perkembangan Terbaru Hukum Persaingan Usaha Berdasarkan Peraturan dan Praktik, Kamis (20/1). Foto: CR-27
Webinar Hukumonline bertema Perkembangan Terbaru Hukum Persaingan Usaha Berdasarkan Peraturan dan Praktik, Kamis (20/1). Foto: CR-27

Berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberi dampak pada terjadinya beberapa perubahan dan substansi dari hukum persaingan usaha, terutama mengenai sanksi, kemitraan dan hukum acara. Dampak ini turut mengubah beberapa peraturan-peraturan yang ada di dalam Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai wadah non struktural independen yang dibentuk untuk menjalankan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Perubahan pertama, mengenai status pengadilan. Perkara yang awal penanganan sengketanya di Pengadilan Negeri berpindah ke Pengadilan Niaga. Komisioner KPPU Kurnia Toha mengatakan perpindahan ini nantinya akan menyulitkan pelaku bisnis.

“Sebenarnya bila terjadi permasalahan memang seharusnya dilakukan di Pengadilan Niaga, namun tidak semua daerah memiliki Pengadilan Niaga sehingga ini menyulitkan pelaku bisnis di daerah-daerah,” katanya dalam acara Webinar Hukumonline, Kamis (20/1).

Saat ini Indonesia hanya memiliki lima Pengadilan Niaga yang tersebar di seluruh Tanah Air. Proses pengadilan niaga jelas berbeda dengan Pengadilan Negeri. Menurut Kurnia, pelimpahan kasus KPPU ke Pengadilan Niaga akan membuat Pengadilan Niaga akan sangat penuh dibanding pemeriksaan di Pengadilan Negeri, terlebih Pengadilan Niaga menangani perkara dengan waktu limit yang ketat seperti perkara pailit. (Baca Juga: Small Claim Court, Cara Sederhana dalam Penyelesaian Sengketa Sepele)

“Adanya pandemi dan juga krisis ekonomi yang berkelanjutan akan membuat proses perkara di Pengadilan Niaga jauh lebih banyak dari sebelumnya, ini membuat keraguan bagaimana nantinya perkara pelimpahan dari KPPU akan memperoleh tempat di Pengadilan Niaga dan diperiksa dengan maksimal,” katanya.

Selain perubahan dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Niaga, ucap Kurnia, perkembangan terbaru dari hukum persaingan usaha adalah mengenai sanksi pidananya. “Saya pribadi kurang setuju dengan sanksi pidana, karena menurut UU No. 5 Tahun 1999 dan UU Cipta Kerja, sanksi pidana itu berlaku untuk semua pelanggaran hukum persaingan usaha,” ungkapnya.

Perubahan lain, yakni soal sanksi pidana pokok kepada pelaku usaha yang tidak kooperatif, yang diatur dalam Pasal 41 UU No.5 Tahun 1999 dipidana denda maksimum Rp5 miliar atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Sedangkan mengenai sanksi pidana tambahan telah dihapuskan, padahal di dalam undang-undang sebelumnya terdapat sanksi pidana pokok maupun pidana tambahan.

Kurnia Toha melanjutkan, perubahan juga terjadi di dalam hukum acara persaingan usaha, yaitu mengenai keberatan ke Pengadilan Niaga yang mengharuskan adanya jaminan dan jangka waktu yang berbeda dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1999.

Selain terlibat penuh dalam persaingan usaha dan peningkatan ekonomi, KPPU juga diamanatkan untuk mengawasi kemitraan. KPPU membagi kemitraan menjadi dua kelompok, yaitu kemitraan sukarela dan kemitraan wajib.

“Di dalam kemitraan sukarela, para pelaku usaha yang perlu bermitra maka dengan bebas ingin melakukan mitra atau tidak, sedangkan kemitraan wajib, pelaku usaha wajib memfasilitasi 20% dari luas hak guna usaha. Kemitraan wajib ini diperiksa oleh KPPU, karena menyangkut hak rakyat kecil. Jika sebuah perusahaan memiliki lima ribu hektar tanah, maka seribu hektar tanahnya wajib diberikan kepada petani kecil,” jelasnya.

Adapun kemitraan wajib ini bertujuan agar banyak petani kecil yang mendapatkan tanah dan bisa berjalan beriringan dengan perusahaan besar sehingga tercipta persaingan usaha yang bagus.

“KPPU turut mengatur bahwa di dalam kemitraan ini mitra yang lebih besar tidak boleh bertindak sewenang-wenang kepada mitra kecil. Intinya, mitra itu harus sederajat, tidak boleh yang besar menguasai yang kecil,” tegasnya.

Terbitnya PP No. 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta perubahan yang ada di dalamnya ditindaklanjuti oleh KPPU dengan mengeluarkan Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengenaan Sanksi Denda Pelanggaran Praktek Monopoli dan Persiangan Usaha Tidak Sehat. Di dalam Peraturan KPPU tersebut diatur mengenai besaran denda, jaminan bank dan pembayaran denda.

Hukumonline.com

Praktisi hukum dari Oentoeng Suria & Partner, Prawidha Murti, mengatakan pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1 miliar dan setinggi-tingginya Rp 25 miliar pada Peraturan KPPU No.4 Tahun 2009 diubah dalam UU Cipta Kerja dan dihapus ketentuan maksimumnya, sehingga hanya ditentukan dengan denda minimum.

Namun, dengan catatan Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2009 masih menerapkan pengenaan denda maksimum Rp 25 miliar, paling banyak sebesar 50% dari keuntungan bersih selama kurun waktu terjadinya pelanggaran atau paling banyak 10% dari total penjualan selama kurun waktu terjadinya pelanggaran.

Lalu mengenai jaminan bank yang terdapat dalam PP No. 44 Tahun 2021, penjelasan kedudukan Pasal 12 PP No.44 Tahun 2021 yaitu kewajiban memberikan jaminan bank tersebut tidak diperlukan apabila pelaku usaha menerima dan melaksanakan putusan komisi dan tidak mengajukan keberatan ke pengadilan niaga atau Mahkamah Agung RI, jaminan bank ini menjadi syarat pengajuan upaya hukum keberatan dan kasasi.

Perkembangan dan perubahan hukum persaingan usaha menimbulkan konsekuensi dari perubahan Undang-Undang Cipta Kerja beserta aturan turunannya, di antaranya yaitu:

1.      Pengadilan Negeri tidak lagi menerima perkara banding atau perkara keberatan atas putusan KPPU mulai 2 Februari 2021.

2.      Pengadilan Negeri yang telah menerima perkara banding atau putusan KPPU sebelum 2 februari 2021 akan tetap melanjutkan dana menyelesaikan perkara tersebut.

3.      Pengadilan Niaga dapat menerima, memeriksa dan memutuskan perkara banding atas putusan KPPU mulai 2 Februari 2021.

4.      Kecuali ditentukan secara khusus dalam UU Cipta Kerja, prosedur melaksanakan banding pada Pengadilan Niaga akan mengikuti sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No.3 tahun 2019.

Tags:

Berita Terkait