I Dewa Gede Palguna:
Apa yang Telah Kita Perjuangkan, Hancur dalam Satu Detik
Profil

I Dewa Gede Palguna:
Apa yang Telah Kita Perjuangkan, Hancur dalam Satu Detik

Kata Pak Laica: “Menitik Air mata saya, young brother.”

Oleh:
ALI/RFS (HOLE)
Bacaan 2 Menit

Cuma, ada problem secara ketatanegaraan kalau KY dilibatkan awasi hakim konstitusi. KY adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD yang berpotensi bersengketa di MK. Kan bisa jadi conflict of interest itu. Itu problem konstitusional yang saya lihat.

Persoalannya, saya lebih setuju dengan pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang bersifat permanen itu. Menurut saya, lebih bagus. Anggotanya kalau bisa seluruh orang luar. Kami waktu pertama kali terpilih, belum punya gedung, belum punya pegawai dan belum punya anggaran, tapi dua perarturan MK yang pertama salah satunya adalah tentang majelis kehormatan.

Pada waktu itu, kami sudah membuat anggota majelis kehormatan lima orang. tiga orang dari luar. Karena kami sadar, kami perlu diawasi. Cuma yang mengawasi siapa? Ya, jangan KY donk. Kan ada problem ketatanegaraan tadi.

Tapi, waktu itu bentuknya tak permanen?
Tidak. Karena undang-undang tak menyebutkan itu. Itu inisiatif dari kami karena kami kewenangannya besar dan perlu diawasi. Ada kesadaran kami saja.

Ada aturan dalam Perppu bahwa politisi yang ingin menjadi hakim MK harus ada jeda waktu selama tujuh tahun. Anda setuju?
Saya setuju itu. Bahwa pada dasarnya setiap warga negara itu memang berpolitik, bahkan tak masuk parpol pun sebagai sikap politik, tapi ikatan dengan partai itu sebisa atau semaksimal mungkin harus dijauhkan. Dia kan diharapkan menjadi negarawan. Kalau terlalu dekat dengan parpol, secara nalar biasa, orang bisa mengira dia kemungkinan bisa bertindak tidak imparsial. Syarat imparsialitas itu kan syarat utama dari kode etik yang kemudian dirumuskan secara rinci ke dalam kode perilaku seorang hakim. Itu general principle yang diakui dunia dalam Bangalore Principle (kode etik hakim sedunia,-red).

Jadi, saya tak keberatan dengan itu. Yang tak setuju juga kan mereka yang dari partai-partai politik.

Tapi, dulu bukannya hakim generasi pertama ada yang mempunyai kaitan dengan parpol?
Saya misalnya dekat dengan PDIP.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait