Fraud Membuat EoDB Tak Lagi Prestisius
Terbaru

Fraud Membuat EoDB Tak Lagi Prestisius

Pemerintah perlu melakukan perubahan sudut pandang investasi dari yang dahulu lebih fokus pada investasi global, kini beralih ke investasi dalam negeri.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Perubahan sudut pandang itu perlu dilakukan mengingat tak ada jaminan proses pemeringkatan EoDB bebas dari kecurangan. Tanpa mengabaikan indikator dan rekomendasi dari World Bank, Eko menyebut pemerintah harus membuat kebijakan yang sesuai dengan kultur dan situasi ekonomi internal Indonesia.

“Survei EoDB itu ‘kan hanya sampel, untuk menilai Indonesia hanya dari sampel beberapa kota. Pemerintah harus memikirkan agenda sendiri, bagaimana kita bisa menggaet investor global tetapi dengan adanya skandal ini jadi tidak percaya dengan hasil pemeringkatan. Pemerintah bisa mengembangkan potensi internal, penanam modal dalam negeri,” jelas Eko.

Sejauh ini, lanjut Eko, kebijakan-kebijakan yang mengarah kepada investasi salah satunya UU Ciptaker berupaya untuk menarik minat investasi global. Tetapi saat pandemi Covid-19 melanda investor lokal menjadi pemain utama yang masuk ke sektor Surat Berharga Negara (SBN), sementara keterlibatan investor asing mengalami penurunan sebesar 50 persen dan hanya tersisa 24 persen.

“UU Ciptaker itu orientasi untuk menarik global tinggi sekali, padahal kekuatan ekonomi Indonesia ada di PMDN yang meningkat selama pandemi. Ini perlu dipertimbangkan. Menurut saya Indonesia bisa survive dengan memacu investor dalam negeri, tanpa menutup kompetisi dengan asing, jangan ada diskriminasi,” ujar Eko.

Hal ini bukan dimaksud untuk mengabaikan rekomendasi dari World Bank di sektor investasi. Namun, Eko menegaskan pemerintah harus mampu melakukan review ulang terhadap rekomendasi World Bank, tentunya dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dalam negeri.

“Ekonomi Indonesia itu yang lebih tahu ya orang Indonesia itu sendiri. Bukan berarti mengabaikan tapi review ulang rekomendasi yang diberikan apakah cocok atau tidak. Ke depannya pemerintah jangan hanya fokus pada EoDB, tapi harus melihat indeks yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang ada di Indonesia walaupun tidak spesifik ke investor, bisa juga dilibatkan lembaga independen,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahil Lahadalia, mengatakan sebenarnya ada cara lain yang dilakukan Bank Dunia dalam memberikan penilaian kemudahan berusaha. Penilaian itu bukan melakukan survei melainkan dengan metode lain. Namun, ia mengaku masih menunggu petunjuk teknisnya.

Lebih lanjut, Bahlil meyakini saat ini dunia melihat Indonesia tidak seperti dulu lagi. Terlebih dengan adanya UU Cipta Kerja yang diklaim akan dapat mendorong kemudahan berinvestasi.

"Saya punya keyakinan bahwa hari ini dunia melihat Indonesia tidak seperti dulu. Hari ini dunia melihat dengan pemberlakuan UU Cipta Kerja Indonesia semakin kompetitif dalam konteks bagaimana mengurus izin atau insentif ataupun men-set pola pikir birokrasi pejabat-pejabat Indonesia. Sudah bagus ini. Memang belum, 100 persen bagus. Kita harus berjuang ke sana," katanya beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait